|
Logo FISIP Universitas Jember |
Netralitas
Kepala Daerah terhadap Pemilu 2019 Dipertanyakan
Makalah
Diajukan guna memenuhi tugas Ujian Tengah
Semester Mata Kuliah Etika Administrasi
Dosen Pengampu:
Dr.
Selfi Budi Helpiastuti, M.Si
Drs.
Boedijono, M.Si
Dina
Suryawati, S.Sos., M.AP
oleh
Hanif Hidayattulloh
170910201036
Program
Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas
Jember
2019
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan
atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas
tentang “Netralitas Kepala Daerah terhadap Pemilu 2019 Dipertanyakan” Makalah
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Etika
Administrasi yang diampu oleh Dr. Selfi Budi Helpiastuti, M.Si., Drs.
Boedijono, M.Si., Dina Suryawati, S.Sos., M.AP.
Kami mengucapkan terima
kasih kepada bapak ibu dosen yang telah memberikan pengetahuan serta bimbingan
teknis dalam menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan bantuan berupa arahan
dan masukan untuk makalah ini.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi lebih sempurnanya
makalah ini di waktu yang akan datang. Demikian yang dapat kami sampaikan,
sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata yang kurang berkenan dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Jember, 20 April 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................................. i
Kata Pengantar.............................................................................................................. ii
Daftar Isi....................................................................................................................... iii
BAB I: Pendahuluan..................................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................................... 8
1.3 Tujuan..................................................................................................................... 8
1.4 Manfaat................................................................................................................... 8
BAB II: Pembahasan.................................................................................................... 9
2.1 Landasan Teori........................................................................................................ 9
2.1.1
Definisi Wewenang dan Kekuasaan............................................................... 9
2.1.2
Konsep Kewenangan Legal-rasional.............................................................. 10
2.1.3
Tugas dan Wewenang Kepala Daerah............................................................ 11
2.2 Analisis................................................................................................................... 12
2.2.1
Netralitas Kepala Daerah terhadap Pemilu..................................................... 12
BAB III: Penutup......................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 15
3.2 Saran....................................................................................................................... 15
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katanya
Kepala Daerah Harus Netral, Kok Deklarasi Dukungan?
Selasa
26 Feb 2019 08:57 WIB
Rep:
Dessy Suciati Saputri, Bowo Pribadi, Ronggo Astungkoro/ Red: Karta Raharja Ucu
Sekab menyebut wajar
kepala daerah deklarasi dukungan ke salah satu paslon capres.
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan pemerintah tak ikut
campur dalam persoalan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan kepala daerah
ataupun camat yang diproses Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ia menuturkan,
pemerintah menyerahkan proses kasus-kasus terkait netralitas kepala daerah dan
Aparatur Sipil Negara (ASN) kepada Bawaslu.
"Ini
negara demokrasi, Bawaslu pu nya kewenangan. Tentunya kalau Bawaslu mau ambil
keputusan, silakan Bawaslu. Kita tidak akan campur tangan terhadap hal
tersebut. Nanti kalau campur tangan dibilang intervensi," ujar Pramono di
kantornya, Jakarta, Senin (25/2).
Pramono
berpendapat, wajar jika ada kepala daerah yang melakukan deklarasi dukungan
terhadap salah satu pasangan calon. Namun, perlu diingat, deklarasi oleh kepala
daerah ini harus tidak melanggar peraturan dan undang-undang yang berlaku serta
tak menggunakan fasilitas negara.
"Selama
dukungan itu dilakukan dengan sukarela, tak melanggar peraturan
perundang-undangan, tak di bawah tekanan, tak menggunakan fasilitas negara,
dilakukan di luar jam kerja, sah-sah saja," ujar dia.
Politikus
PDIP ini mengatakan, jabatan kepala daerah merupakan jabatan politik. Karena
itu, kepala daerah memiliki hak untuk memberikan dukungan dalam pemilu. Namun,
Pramono menegaskan, dukungan itu dideklarasikan tanpa melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Seskab
meminta deklarasi dukungan kepala daerah untuk salah satu pasangan calon tidak
dipermasalahkan. Misalnya, dukungan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama
sejumlah kepala daerah di Provinsi Jateng.
"Tak
usah dirisaukan apa yang terjadi di Jateng, dan beberapa tempat. Toh,
kenyataannya aturan tentang Kepala daerah ini sudah sangat jelas," ucap
Pramono. Ia juga mempersilakan Bawaslu untuk menindaklanjuti jika kepala daerah
melakukan pelanggaran.
"Kalau memang ada kesalahan,
silakan. Kalau enggak ada kesalahan, jangan dicari-cari," ujar Pramono.
Di
Jateng, Bawaslu setempat sudah meneruskan hasil penanganan dugaan pelanggaran
pemilu 31 kepala daerah untuk ditindaklanjuti Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri). Sebab, Bawaslu hanya menemukan unsur dugaan pelanggaran etika
kepala daerah yang diatur dalam UU tentang Pemda. Mereka tidak menemukan unsur
pelanggaran pemilu.
Koordinator
Divisi Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Rofiudin,
mengatakan, keputusan ini berdasarkan kajian dari berbagai aspek dan
investigasi ke lapangan untuk mengambil data, sampai bukti. "Kami menduga
memang ada ketidakpatuhan kepala daerah dengan UU Pemerintah Daerah karena
menyebut dirinya sebagai kepala daerah," ucap dia saat dikonfirmasi di
Semarang, Senin (25/2).
Maka,
jelas Rofiudin, ketika kemudian ada dugaan pelanggaran terhadap perundang-undangan
lainnya, sesuai dengan Pasal 455 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maka
Bawaslu meneruskan kepada pihak lain yang lebih berwenang, dalam hal ini
Kemendagri. "Senin (25/2) Bawaslu berkirim surat secara resmi kepada
Kemendagri untuk mene rus kan hasil kajian Bawaslu selama be berapa pekan
terakhir terkait dengan dugaan pelanggaran tersebut," katanya.
Di
tempat terpisah, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo membantah melakukan pelanggaran
saat deklarasi dukungan untuk paslon nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin.
Ganjar mengklaim sudah menaati aturan, seperti menggunakan hari Sabtu dan tidak
mengatasnamakan kepala daerah dalam deklarasi tersebut.
Politikus
PDIP tersebut menegaskan, langkah yang dilakukan Bawaslu terkait dugaan
pelanggaran etika telah melampaui kewenangan mereka. "Karena pelanggaran
etika UU Pemda itu bukan kewenangan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, namun
Kementerian Dalam Negeri," ucap mantan anggota DPR ini.
Ganjar
juga mengaku dirugikan atas pernyataan Bawaslu terkait dengan putusan
pelanggaran etika 31 kepala daerah di Jawa Tengah. Untuk itu, ia pun meminta
agar Bawaslu Provinsi Jawa Tengah bisa lebih profesional dalam menangani
berbagai laporan terkait dengan dugaan pelanggaran pemilu.
"Karena
ini sudah menjadi diskursus di tingkat publik dan merugikan saya, maka saya
minta Bawaslu profesional sedikit dong," kata Ganjar, Senin (25/2).
Ia
mengaku, Bawaslu telah menyampaikan ke publik perihal hasil pemeriksaan atas
laporan dugaan pelanggaran pada deklarasi dukungan kepada capres nomor urut 01
di Solo. Tapi, ia belum menerima salinan putusan yang dimaksud kendati beberapa
kali sudah berupaya untuk menghubungi Bawaslu.
"Saya juga sudah kontak-kontakan
dengan Rofiudin, apakah saya bisa mendapatkan hasil pleno Anda? Jawabannya
bisa. Bagaimana caranya. Sampai saat ini belum dijawab," kata Ganjar.
Selain
itu, Ganjar juga menyoal bukti pemeriksaan Bawaslu berupa sebuah potongan video
dari vlog pribadinya saat acara yang dipersoalkan di Solo berlangsung. Menurut
Ganjar, pemotongan video tersebut tidak tepat yang akhirnya justru memicu
banyak penafsiran. Misalnya, ketika pemotongan diksi pada satu bagian video
vlog tersebut tidak tepat.
"Saya yakin saya tidak melanggar. Kita sudah
memilih hari Sabtu, undangan pun tidak ada yang mengatasnamakan bupati atau
wali kota, namun atas nama pribadi," katanya.
Camat Makassar
Bawaslu
Provinsi Sulawesi Selatan masih memproses dugaan pelanggaran camat seluruh Kota
Makassar terkait netralitas. Saat ini kasus ini sudah ditangani dengan
pemeriksaan saksi pelapor.
"Sedang
dibahas di Sentra Gakkumdu, sudah [proses] klarifikasi," ujar Komisioner
Bawaslu RI Rahmat Bagja saat dihubungi Republika.co.id, Senin (25/2).
Bagja
mengatakan, para camat tidak boleh berkampanye dan mengikuti kegiatan kampanye.
Sebab, menurut Bagja, camat merupakan aparatur sipil negara (ASN), bukan
pejabat yang dipilih secara politis lewat pemilu atau pilkada.
Sementara,
Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu Sulawesi Selatan, Azry Yusuf, mengatakan,
saat ini pihaknya tengah melakukan klarifikasi terhadap saksi pelapor. Hingga
saat ini, pihaknya sudah memeriksa empat saksi pelapor.
"Kami
baru sedang mengumpulkan keterangan. Laporan ada banyak, ada juga laporan dari
Makassar," ujar Azry saat dihubungi, Senin.
Menurut
Azry, dalam menindaklanjuti laporan-laporan tersebut, pihaknya akan meminta
keterangan dari pelapor dan saksi pelapor terlebih dahulu. Ia menerangkan,
laporan ini akan diproses hingga diputus paling lambat 14 hari kerja.
"Sampai
hari ini (kemarin--Red) sudah berjalan tiga hari. Paling lambat 14 hari
kerja," ujarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Identifikasi
netralitas kepala daerah beserta tugas dan wewenangnya pada masa pemilihan umum
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.3 Tujuan
2.
Mengetahui netaralitas kepala daerah
pada saat pemilu berlangsung
3.
Memahami peraturan perundang-undangan
yang berlaku terkait netralitas kepala daerah pada masa pemilu.
4.
Mengetahui tugas dan wewenang kepala
daerah pada masa pemilu
1.4 Manfaat
1.
Memperoleh pengetahuan mengenai landasan
hukum terkait netralitas kepala daerah pada masa pemilu.
2.
Memahami tugas dan wewenang kepala
daerah pada masa pemilu.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Definisi Wewenang, Kekuasaan dan Netralitas
1. Menurut Max Weber
Kekuasaan
menurut Max Weber dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang membuat
seseorang dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk
melaksanakan keinginannya sendiri yang menghilangkan halangan
2. Menurut G.R. Terry
Wewenang
menurut Terry adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak
lain supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki kewenangan itu.
3. Menurut Sondang P. Siagan
Menyatakan
bahwa dalam teori Ilmu Administrasi Negara ditekankan bahwa suatu birokrasi
pemerintahan harus bersikap netral. Secara tradisional prinsip inin
diinterpretasikan bahwa pemerintah harus tetap berfungsi sebagaimana mestinya,
terlepas dari unsur partai politik mana yang berkuasa. Dengan demikian yang
harus menonjol adalah peranan birokrasi selaku aparatur sipil negara dan
interpretasi yang tepat tentang netralitas adalah mempertahankan ideologi
negara dan tujuan Nasional serta bekerja atas dasar tersebut. Tegasnya
birokrasi pemerintahan ridak boleh membiarkan dirinya menjadi alat suatu
kekuatan politik tertentu.
Implementasi
sehari-hari mengenai kekuasaan, wewenang dan netralitas kepala daerah sebagai
pemimpin memang akan sangat melekat karena senantiasa beriringan, apalagi pada
masa-masa pemilu, hal tersebut akan menjadi sorotan tersendiri oleh masyarakat
secara sosiologis. Sehingga pada masa pemilu, kepala daerah sebagai pemangku
jabatan tertinggi di pemerintah daerah harus berhati-hati dalam menggunakan
kekuasaan dan wewenangnya sebagai pejabat tertinggi pemerintahan daerah
terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pemilu, terutama terkait
deklarasi dukungan terhadap salah satu calon tertentu yang berkontestasi dalam
pemilu.
Karena hal-hal
tersebut sangat mudah disorot dan dijustifikasi oleh masyarakat sekitar, yang
secara tidak langsung akan berpandangan bahwa kepala daerah yang bersangkutan
dalam menjalankan tugasnya lebih berpihak pada golongan tertentu karena
mendukung calon tertentu. Hal-hal tersebut memang sangat mudah berkembang di
tengah-tengah masyarkat, apalagi dengan iklim politik yang sedikit panas
seperti tahun ini.
2.1.2
Konsep
kewenangan legal-rasional
Kewenangan
legal rasional adalah kewenangan yang didasarkan pada komitmen terhadap
seperangkat aturan hukum atau aturan legal di dalam masyarakat, yang termasuk
dalam dominasi wewenang ini adalah negara dan kepala negara. Seseorang memegang
kewenangan, melakukan tugasnya dengan kebijakan dan norma-norma yang berlaku.
Orang-orang yang melaksanakannya harus tunduk kepada atasannya. Seseorang yang
memiliki kewenangan paling tinggi adalah orang yang memiliki jabatan paling
atas.
Tindakan
dari orang yang memiliki kewenangan tertinggi di sini didasarkan pada peraturan
yang bersifat umum, hal ini diatur juga agar pemilik kewenangan tidak bertindak
secara semena-mena. Kewenangan lega-rasional ini terjadi dalam organisasi
birokrasi yang menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kegiatan
staf administrasi dilaksanakan secara teratur dan merupakan kedinasan resmi
yang memiliki batas-batas yang jelas.
b. Wewenang
para pejabat dalam bentuk hirarki kantor.
c. Aturan-aturan
mengenai perilaku staf, otoritas dan tanggungjawab dituangkan dalam bentuk
tulisan.
d. Penerimaan
tenaga administrasi didasarkan pada seleksi dengan syarat-syarat tertentu.
e. Ketika
telah menjadi aparatur sipil negara, ia akan mendapatkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan berdasarkan aturan yang ada.
2.1.3
Tugas
dan Wewenang kepala daerah
Tugas
dan wewenang beseta kewajiban kepala daerah beserta wakilnya sudah secara
dijelaskan dalam Undang-undang Noor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah,
dalam pasal 65 dan 66, sebagai berikut:
Pasal
65
(1) Kepala
daerah mempunyai tugas:
a. memimpin
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama
DPRD;
b. memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. menyusun
dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD
kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;
d. menyusun
dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan
APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
DPRD untuk dibahas bersama;
e. mewakili
Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
f.
mengusulkan pengangkatan wakil kepala
daerah; dan
g. melaksanakan
tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(2) Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah berwenang:
a. mengajukan
rancangan Perda;
b. menetapkan
Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD;
c. menetapkan
Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. mengambil
tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah
dan/atau masyarakat;
e. melaksanakan
wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Kepala
daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan
kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Dalam
hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan
wewenang kepala daerah.
(5) Apabila
kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan
tidak ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari
kepala daerah.
(6) Apabila
kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau
berhalangan sementara, sekretaris daerah
melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
(7) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang kepala daerah oleh wakil
kepala daerah dan pelaksanaan tugas sehari-hari kepala daerah oleh sekretaris
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dalam
peraturan pemerintah.
Adapun pasal 66 adalah mengenai tugas dan wewenang
wakil kepala daerah yang kurang lebih hampir mirip dengan tugas dan wewenang
kepala daerah
2.2
Analisis
2.2.1
Netralitas Kepala Daerah
Netralitas memang
menjadi hal yang sensitif untuk dibahas pada masa-masa pemilu seperti saat ini,
apalagi terkait dengan netralitas kepala daerah, sedikit isu saja yang
berkaitan akan membuat ramai masyarakat.
Hal ini sama
seperti yang terjadi di Jawa Tengah, dimana menurut berita yang ada seperti
yang dikutip diatas, terdapat 31 kepala daerah yang melakukan deklarasi
terhadap salah satu calon yang berkonestasi dalam pemilu presiden tahun 2019. Berita
ini memang menjadi isu yang sensitif dan sempat membuat kondisi masyarakat
sedikit gaduh. Apabila dilihat secara tekstual memang dapat disimpulkan dari
berita tersebut bahwa secara konstitusional 31 kepala daerah tersebut melanggar
peraturan perundang-undangan mengenai kampanye yang tidak memperbolehkan kepala
daerah untuk melakukan kegiatan kampanye atau kegiatan serupa yang mengajak
atau menyampaikan dukungan terhadap salah satu calon yang berkontestasi dalam
panggung pemilu. Namun sebagai negara hukum, harusnya diselidiki terlebih
dahulu kronologi kegiatan tersebut dan latar belakang kegiatan terbut, apakah
memang benar kegiatan tersebut mengatasnamakan 31 orang tersebut sebagai kepala
daerah atau tentang ketentuan-ketentuan lainnya yang telah ditetapkan oleh KPU.
Memang ada
beberapa ketentuan-ketentuan dari KPU yang memperbolehkan kepala daerah
mengadakan atau mengikuti kegiatan kampanye, misalnya dalam pasal 281 yang
berbunyi sebagai berikut :
(1) Kampanye
Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil
gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi
ketentuan:
a. tidak
menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi
pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;, dan
b. menjalani
cuti di luar tanggungan negara.
(2) Cuti
dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan
memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
KPU menambahkan
dalam PKPU Nomor 23 tahun 2018 tentang kampanye, bahwa Kepala daerah atau
jabatan setingkatnya diperbolehkan melakukan kampanye dengan catatan di luar
hari kerjanya atau pada hari libur atau mengajukan cuti terhadap kementerian
dalam negeri atau pihak yang bersangkutan.
Apabila kita amati
dari berita di atas, 31 kepala daerah tersebut mengadakan kegiatan dukungan
terhadap salah satu calon yang berkontestasi dalam pemilu pada hari di luar
hari kerja yaitu pada hari Sabtu dan tanpa menggunakan fasilitas-fasilitas
negara serta mereka melakukan kegiatan tersebut bukan mengatasnamakan diri
sebagai kepala daerah, namun atas nama pribadi atau perseorangan.
Namun hal ini
memang perlu penyelidikan lebih lanjut, terutama oleh lembaga yang berwenang di
sini yang dimaksud adalah Bawaslu. Apabila memang terdapat indikasi pelanggaran
pemilu maka segera ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang ada, apabila
hanya pelanggaran kode etik terhadap pemerintahan maka segera ditindak lanjuti
oleh kementerian dalam negeri selaku pihak yang bersangkutan. Yang menjadi
catatan di sini adalah Indonesia sebagai negara hukum sehingga apapun perbuatan
atau tindakan yang dilakukan harus berlandaskan pada hukum atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Netralitas
memang menjadi pembahasan yang sensitif, terutama hari-hari menjelang pemilu
dan yang berkaitan adalah pihak yang memiliki jabatan tertentu dalam
pemerintahan. Namun dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kedewasaan
dalam menyikapi setiap kejadian atau peristiwa yang berkaitan dengan hal
tersebut. Tidak mudah terprovokasi dan tidak mudah untuk melempar tuduhan yang
tidak berdasar. Apabila mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi segera
laporkan kepada pihak yang berwenang agar segera ditindak lanjuti.
Khusus
terhadap kepala daerah apalagi Gubernur dan wakilnya, Bupati dan wakilnya serta
Walikota dan wakilnya memang mereka adalah jabatan politik yang mana mereka
diusung oleh partai politik tertentu dan tentu saja wajar apabila mereka
melakukan dukungan terhadap calon tertentu, namun yang menjadi catatan di sini
keprofesionalan mereka dalam menjalankan jabatan, sudah ada ketentuan pejabat
negara yang berkaitan dengan kampanye jadi silahkan patuhi dan taati peraturan
yang sudah ada.
3.2 Saran
Penulis
menyarankan beberapa hal terkait netralitas kepala daerah dalam masa pemilu,
terutama untuk pihak yang bersangkutan dan pihak yang berwenang menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan pemilu.
a. Kepala
daerah harus selalu memegang teguh prinsip profesionalitas dalam menjalankan
tugasnya terutama masa-masa pemilu.
b. Bawaslu
harus tegas dan cermat dalam menindaklaujuti berbagai pelanggaran yang ada,
jangan mudah terpengaruh dan terprovokasi oleh salah satu pihak yang
kemungkinan hanya mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri.