Sabtu, 24 Maret 2018

Mini Paper



Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

Ideologi berasal dari kata Idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Ristekdikti, 2016). Pengertian Ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan, yang mnyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara mempunyai arti yaitu, bahwa Pancasila berperan sebagai pedoman sekaligus sebagai landasan warga negara Indonesia dalam berperilaku untuk mencapai tujuan arah dan cita-cita bangsa Indonesia. Sehingga jika setiap warga negara Indonesia telah dapat mengamalkan setiap nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila telah sukses menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia.

“Manusia Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologi karena ideologi ini diterima bukan saja di dalam individu dan krluarga, tetapi masyarakat secara luas.”

Dengan membaca kalimat di atas, saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut, karena menurut saya Pancasila belum benar-benar menjadi ideologi bangsa para warga negara Indonesia, atau bahkan warga negara Indonesia belum memahami makna Pancasila sebagai ideologi bangsa itu bagaimana.
Selain itu, jika memang masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa maka seharusnya setiap warga negara Indonesia mampu dan dapat mengamalkan setiap sila-sila yang terdapat dalam Pancasila sekaligus nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini justru bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Seperti sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” sudah jelas bahwa Indonesia dengan ideologi Pancasila nya mengakui adanya berbagai macam agama yang ada di Indonesia. Namun masih ada organisasi masyarakat tertentu yang menginginkan bahwa Indonesia harus mempunyai ideologi berdasarkan agama tertentu. Seperti organisasi HTI yang berkehendak untuk mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari sistem demokrasi menjadi sistem Khilafah sesuai dengan syari’at islam. Padahal tidak bisa jika hanya mengatasnamankan satu agama, Indonnesia itu plural, tidak hanya islam yang ada di Indonesia, tettapi ada Kristen, Hindu, Budha dan yang lainnya. Sangat jelas jika keinginan organisasi HTI yang hendak mendirikan negara islam, bertentangan dengan Pancasila.
Kemudian sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, namun apa yang terjadi saat ini, saudara kita yang berada di wilayah Indonesia Timur mengalami busung lapar khususnya yang ada di Papua (Tirto.Id, 2018). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam urusan kemanusiaan pun warga negara Indonesia khususnya pemerintah belum dapat menjalankannya dengan penuh, tidak usah jauh-jauh di Jawa sendiri saja masih banyak sudara-saudara kita yang kelaparan dan tidak mendapat penghidupan yang layak.
Selanjutnya sila ketiga “Persatuan Indonesia”, banyaknya pemberitaan mengenai organisasi, kelompok, maupun golongan tertentu yang menginginkan untuk memisahkan diri, ataupun mendirikan negara berdasarkan agama atau golongan tertentu menandakan bahwa Persatuan Indonesia yang diimpikan oleh Pancasila belum dapat terealisasikan dengan penuh. Kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesua seperti GAM di Aceh, Gerakan Papua Barat yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia, dan akhir-akhir ini HTI yang ingin merubah Indonesia menjadi negara Khilafah berdasarkan agama islam.
Sila keempat, “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Jika sila keempat dijadikan sebuah landasan dalam menentukan suatu perkara, dan Undang-Undang yang telah disepakati bersama dijalankan dengan penuh, maka keadilan bukanlah sebuah mimpi. Namun yang terjadi saat ini keadilan dapat dibeli dengan uang, rakyat kecil yang hanya melakukan kesalahan kecil diadili dan dijatuhi hukuman penjara bertahun-tahun, tetapi pejabat negara yang dengan rakusnya melahap kekayaan negara, membeli keadilan sehingga hukumannya sangat ringan, yaa mungkin hanya beberapa tahun saja.
Terakhir sila kelima, “Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, lagi-lagi warga Negara Indonesia belum dapat mengamalkan sila kelima ini secara penuh. Karena apa, jika kita membicarakan keadilan seakan-akan hal tersebut hanyalah sebuah mimpi di Indonesia. Bagaimana tidak, pendidikan pun belum dapat dirasakan oleh setiap orang, padahal pendidikan merupakan Hak setiap warga. Selain itu banyaknya pengangguran di Indonesia juga merupakan bentuk ketidak adilan, karena pekerjaan juga merupakan hak setiap warga. Dan juga anehnya saat ini pemerintah malah mempermudah izin tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia (Tirto.Id, 2018), tentu saja hal ini merupakan sebuah ketidakadilan bagi warga Indonesia.
Hal-hal di atas merupakan segelintir contoh peristiwa dan fakta yang terjadi di Indonesia yang mencerminkan bahwa Warga Negara Indonesia masih belum memahami dan mengamalkan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara. Hal ini tentu saja harus segera dirubah. Namun tidak semerta-merta dapat dirubah, perlu adanya kesadaran dan kerjasama antar berbagai pihak, baik setiap Warga Negara biasa maupun yang sedang menduduki kursi pemerintahan. Dengan begitu, Pancasila yang diharapkan dapat menjadi pedoman dan cita-cita luhur Bangsa Indonesia

Rabu, 14 Maret 2018

Puisi


Pergerakan...

Berlarung larung aku mengiba...
Berlarung larung aku meminta...

Kemakmuran...
Kekayaan...

Tak Ku terima sama sekali

Demi bulan dan bintang yang bersinar sepanjang zaman
Demi matahari yang panasnya sampai ke bumi

Aku tak akan pergi...
Aku tak akan pergi hingga kudapati anak-anak ku mendapat keadilan sejati

Perlawanan adalah jalan yang ku tempuh
Perjanjian beradab berlolongan mencari dan menjadi
Api Tani... semogalah membakar kemunafikan hati



by : API TANI Jember, PC PMII Jember

Mini Paper




Pendidikan Menjadi Masalah Sosial yang Berkelanjutan di Indonesia

Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting bagi seseorang terutama anak-anak untuk mencapai kesuksesan yang dicita-citakan. Pendidikan menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak dan menjadi sarana untuk mempelajari suatu hal yang muncul dari ketidak tahuan seseorang akan sesuatu. Sehingga mereka memiliki jati diri dan mampu meraih cita-cita yang mereka memiliki serta memahami hakikat dirinya sebagai manusia.
Namun dalam perjalanannya, berbagai masalah selalu menerpa. Terutama yang terjadi di Indonesia yang merupakan sebuah negara yang berkembang. Berbagai masalah sosial terutama di bidang pendidikan terus bermunculan. Hal ini menuntut semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk berusaha memperbaiki pendidikan yang ada di Indonesia, agar nantinya pendidikan yang ada dapat dinikmati oleh anak-anak Indonesia yang memiliki impian dan cita-cita yang beragam.
Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar manusia dan di dalam kerangka kebudayaan-kebudayaan normatif, dan masalh tersebut bersangkut paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat (Soekanto, 2013). Seperti yang telah dipaparkan di atas, masalah dalam bidang pendidikan termasuk dalam masalah sosial karena tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan normatif. Ada berbagai masalah terkait pendidikan yang terus bermunculan di Indonesia, seperti :
1.      Tingginya angka putus sekolah di Indonesia
Seperti yang dikutip oleh Kompas.com(06/02/2018), ketika presiden Joko widodo blusukan ke desa-desa, beliau masih banyak menemui banyaknya anak-anak yang seharusnya masih menikmati bangku sekolah tetapi terpaksa tidak meneruskannya atau putus sekolah. Tak usah jauh-jauh, di Jember sendiri masih banyak anak-anak yang tidak meneruskan sekolah. Hal ini saya temui terutama di daerah lereng pegunungan, seperti desa Darsono di dusun Padasan terutama dan Sumber Candi.
Tentunya banyak hak yang menyebabkan anak-anak tersebut putus sekolah, seperti faktor ekonomi, budaya, bahkan geografi lingkungan mereka yang jauh dari sekolah.
2.      Pemerataan pendidikan yang kurang
Banyak hal mungkin yang menyebabkan pemerataan pendidikan di Indonesia yang kurang, seperti yang dikutip oleh Kompas.com(06/02/2018) yaitu fasilitas pendidikan yang masih sangat buruk, dan buruknya infrastruktur pendidikan khususnya terjadi di daerah pedalaman.
3.      Masih tingginya angka buta aksara di Indonesia
Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan yang belum merata menyebabkan tingginya angka buta aksara terutama terhadap anak-anak usia sekolah. Di Indonesia terutama di daerah Timur seperti Maluku, Ambon, NTT, NTB, Papua, dll. Seperti yang disampaikan oleh Kompas.com (30/03/2017) angka buta aksara di daerah Timur mencapai 10%. Selain itu, Jawa Timur yang mempunyai SDM tinggi dan infrastruktur yang cukup memadai juga mempunyai angka buta aksara yang cukup tinggi khususnya di kabupaten Jember. Angka buta aksara di kabupaten Jember sendiri masih mencapai 40 ribu orang seperti yang disampaikan Antaranews.com(18/10/2016).
4.      Anak dibawah umur banyak yang sudah bekerja dan menikah di usia dini
Kemudian menurut saya, masalah sosial terakhir yang berkaitan dengan pendidikan adalah masih banyak anak dibawah umur yang bekerja. Tentu saja banyak faktor yang menyebabkan anak-anak dibawah umur yang harus bekerja seperti, faktor ekonomi, budaya dan lingkungan.

Masalah-masalah di atas merupakan masalah sosial yang sampai saat ini masih belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah, Padahal seperti yang telah tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2, serta UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara sebagai penyedia layanan pendidikan. Selain itu, dalam penyelenggaraan layanan pendidikan tersebut harus merata agar setiap warga negara merasakan layanan pendidikan yang sama.
Beberapa usaha telah dilakukan seperti pemerintah kabupaten Jember yang membuat program keaksaraan fungsional, sehingga dapat menurunkan angka buta aksara dari 100 ribu orang menjadi 40 ribu orang, kemudian seperti yang dilakukan oleh anggota kepolisian di daerah NTT dari Kompas.com(13/07/2017) yang mengupayakan penuntasan buta aksara melalui Desa Binaan di Dusun Weain, Desa Kenebibi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Belu. Selain itu di Jember juga dilakukan upaya menuntaskan masalah sosial juga dilakukan oleh sahabat-sahabat PMII melalui Komunitas Rumah Pelangi Padasan di dusun Padasan, desa Darsono, Arjasa. Dan teman-teman HIMAKES, HMJ dari Jurusan Ilmu Kesejahteraan melalui komunitas Sanggar Anak Merdeka di daerah Sumber Candi. Alhasil dari usaha teman-teman tersebut, angka putus sekolah, buta aksara, anak dibawah umur yang bekerja maupun menikah dini lambat laun berkurang.
Namun usaha dari pemerintah, maupun teman-teman mahasiswa tersebut akan terus berlanjut, dan tentunya membutuhkan dukungan dan bantuan dari masyarakat, agar masalah sosial pendidikan yang ada dapat terselesaikan bersama-sama. Sehingga kelak anak-anak Indonesia yang memiliki berbagai impian dalam mewarnai Indonesia di masa depan dapat tercapai melalui layanan pendidikan yang memadai.

Selasa, 06 Maret 2018

Mini Paper



Krisis Kebudayaan Ancaman Persatuan Bangsa

Indonesia merupakan negara yang multikultural dengan berbagai keragaman budaya yang dimilikinya. Multikultural sendiri menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti keragaman budaya. Keragaman yang dimaksudkan di sini adalah bermacam-macamnya suku, bahasa daerah, adat istiadat, ras, kebudayaan dan lain sebagainya yang ada dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan setiap daerah mempunyai ciri khas budaya masing-masing. Tentu saja hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang kaya akan kebudayaan dan membedakannya dengan negara-negara yang lain.
Keragaman yang dimiliki Indonesia tersebut menimbulkan suatu integrasi antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain. Integrasi sendiri bermakna satu kesatuan menjadi sesuatu yang padu dan utuh (KBBI V), hal tersebut memunculkan kesadaran dan kesepemahaman antar kebudayaan yang berbeda sehingga menjadi sesuatu yang padu dan menumbuhkan sikap toleransi tanpa menimbulkan sikap diskriminatif terkait SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan). Kehidupan yang tenteram dan saling menghargai dengan sendirinya akan muncul dengan sikap toleransi tersebut dan keadilan sosial yang termaktub dalam Pancasila akan terwujud, serta masyarakat dapat hidup berdasarkan kebudayaannya masing-masing dengan tenang dan damai.
Seiring dengan berkembangnya zaman, berbagai macam budaya asing terutama budaya barat perlahan-lahan masuk ke Indonesia. Budaya asing tersebut sebagian besar mendominasi masyarakat Indonesia dan perlahan-lahan menggantikan budaya asli Indonesia yang telah lama ada. Sebagai bangsa yang multikultural, Indonesia sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi. Sehingga masyarakat Indonesia harus selektif dalam menanggapi berbagai budaya asing yang masuk ke Indonesia.
Masuknya berbagai budaya asing yang kental akan kekerasan, kebebasan seakan-akan mudah masuk ke dalam otak anak-anak bangsa. Film, sinetron dan televisi yang menampilkan adegan-adegan kekerasan dapat diakses dengan mudah oleh semua kalangan termasuk anak-anak, sehingga anak-anak dapat menirunya dan bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terjadi karena biasanya anak-anak memposisikan dirinya seperti tokoh yang ada dalam tayangan televisi dan seolah-olah dia berada dalam sebuah film, atau karena dia merasakan adegan yang ada dalam film/tayangan televisi tersebut memang terjadi dalam realita kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu saja sebuah kemerosotan moral, dimana budaya Indonesia yang terkenal ramah dan saling memaafkan, hilang dengan mudah dikarenakan berbagai tayangan-tayangan yang sebagian besar berasal dari luar Indonesia.
Selain itu, hidup serba mewah selalu ditayangkan dalam film, sinetron maupun televisi. Hampir tidak ada adegan dalam sinetron yang menampilkan kesederhanaan dan perjuangan hidup untuk tujuan yang mulia. Sehingga hal ini dapat merubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang hidup sederhana menjadi budaya konsumerisme dan serba mewah.(Santiko dalam Sarumpaet, 2016)
Selain kemewahan, perasaan dendam, kelicikan, keculasan pengkhianatan dan memaki-maki orang juga sering dipertontonkan. Sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi budaya yang ada di Indonesia, dan ditiru oleh masyarakat.
Bidang politik juga mengalami krisis kebudayaan, dimana politik yang seharusnya hanya digunakan sebagai sebuah sistem dalam menuju pemerintahan yang bersih, namun dinodai dengan berbagai isu-isu yang dilemparkan antar pihak-pihak yang berseteru. Seperti yang terjadi pada saat ini menjelang tahun politik 2019. Berbagai macam isu tersebar dimana-mana, mulai dari isu agama, ras, etnis, mengadu domba antar golongan. Semua itu dilakukan hanya karena ingin memiliki kedudukan dan kekuasaan dalam pemerintahan serta mungin saja keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga melestarikan budaya korupsi yang merugikan rakyat. Mereka saling berebutan seolah-olah kursi pemerintahan adalah sebuah harta karun yang harus diperebutkan dengan melakukan cara apa saja. Rakyat dibuat bingung dan hanya dimanfaatkan dengan membeli suaranya. Sistem demokrasi yang seharusnya berpihak kepada rakyat, justru digunakan oleh para oknum-oknum politik sebagai tameng dalam meraih kekuasaan.
Dapat dikatakan bahwa kebudayaan Indonesia saat ini sedang kritis. Disintegrasi kebudayaan terjadi dimana-mana. Masyarakat lebih senang hidup dengan pola hidup barat yang serba bebas dan mewah daripada hidup sesuai dengan budaya Indonesia yang sederhana dan ramah. Kita telah lama disuguhi dengan apa yang kita namakan krisis kebudayaan, hal tersebut merupakan sebuah penyakit yang menggerogoti sistem sosial budaya yang ada di Indonesia dan merusak persatuan Indonesia. Jelas krisis kebudayaan merupakan ancaman nyata bagi Indonesia, khususnya sistem sosial budaya Indonesia. Lantas bagaimana cara untuk mengobatinya?
Kuncinya ada dalam diri kita sendiri, yaitu tekad untuk mengakhiri “krisis” kebudayaan ini. Tentu saja hal ini tidak semudah membalikkan tangan. Lagi pula, tak mungkin kita mengembalikan apa yang telah hilang. Namun hal ini sedikit demi sedikit dapat dikurangi jika kita menyadarinya dan memiliki keinginan untuk merubahnya dan tidak mengikuti arus yang ada.(Zaimar dalam Sarumpaet, 2016: 149)
Selain itu jika masyarakat dapat menyikapi perubahan yang terjadi dengan bijak, maka kebudayaan yang ada dapat terjaga dengan baik dan tidak akan menimbulkan perpecahan antar masyarakat. Indonesia juga sudah mempunyai suatu ideologi negara yang seharusnya diterapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari, ideologi tersebut adalah Pancasila. Apabila masyarakat sudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka perubahan apapun yang terjadi tidak akan merusak berbagai keragamaan kebudayaan yang ada di Indonesia.

Dampak adanya Virus Corona Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat

Dampak adanya Virus Corona Terhadap Kehidupan Sosial Masyaraka t Nama : Nita Purnamasari NIM : 180910302003          Duni...