Krisis Kebudayaan Ancaman
Persatuan Bangsa
Indonesia merupakan negara yang multikultural dengan
berbagai keragaman budaya yang dimilikinya. Multikultural sendiri menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti keragaman budaya. Keragaman yang
dimaksudkan di sini adalah bermacam-macamnya suku, bahasa daerah, adat istiadat,
ras, kebudayaan dan lain sebagainya yang ada dan tersebar di berbagai daerah di
Indonesia dan setiap daerah mempunyai ciri khas budaya masing-masing. Tentu
saja hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang kaya akan kebudayaan dan
membedakannya dengan negara-negara yang lain.
Keragaman yang dimiliki Indonesia tersebut menimbulkan
suatu integrasi antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain. Integrasi sendiri
bermakna satu kesatuan menjadi sesuatu yang padu dan utuh (KBBI V), hal
tersebut memunculkan kesadaran dan kesepemahaman antar kebudayaan yang berbeda
sehingga menjadi sesuatu yang padu dan menumbuhkan sikap toleransi tanpa
menimbulkan sikap diskriminatif terkait SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar
golongan). Kehidupan yang tenteram dan saling menghargai dengan sendirinya akan
muncul dengan sikap toleransi tersebut dan keadilan sosial yang termaktub dalam
Pancasila akan terwujud, serta masyarakat dapat hidup berdasarkan kebudayaannya
masing-masing dengan tenang dan damai.
Seiring dengan berkembangnya zaman, berbagai macam budaya
asing terutama budaya barat perlahan-lahan masuk ke Indonesia. Budaya asing
tersebut sebagian besar mendominasi masyarakat Indonesia dan perlahan-lahan
menggantikan budaya asli Indonesia yang telah lama ada. Sebagai bangsa yang
multikultural, Indonesia sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi.
Sehingga masyarakat Indonesia harus selektif dalam menanggapi berbagai budaya
asing yang masuk ke Indonesia.
Masuknya berbagai budaya asing yang kental akan
kekerasan, kebebasan seakan-akan mudah masuk ke dalam otak anak-anak bangsa.
Film, sinetron dan televisi yang menampilkan adegan-adegan kekerasan dapat
diakses dengan mudah oleh semua kalangan termasuk anak-anak, sehingga anak-anak
dapat menirunya dan bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
terjadi karena biasanya anak-anak memposisikan dirinya seperti tokoh yang ada
dalam tayangan televisi dan seolah-olah dia berada dalam sebuah film, atau
karena dia merasakan adegan yang ada dalam film/tayangan televisi tersebut
memang terjadi dalam realita kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu saja sebuah
kemerosotan moral, dimana budaya Indonesia yang terkenal ramah dan saling
memaafkan, hilang dengan mudah dikarenakan berbagai tayangan-tayangan yang
sebagian besar berasal dari luar Indonesia.
Selain itu, hidup serba mewah selalu ditayangkan dalam
film, sinetron maupun televisi. Hampir tidak ada adegan dalam sinetron yang
menampilkan kesederhanaan dan perjuangan hidup untuk tujuan yang mulia. Sehingga
hal ini dapat merubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang hidup sederhana
menjadi budaya konsumerisme dan serba mewah.(Santiko dalam Sarumpaet, 2016)
Selain kemewahan, perasaan dendam, kelicikan, keculasan
pengkhianatan dan memaki-maki orang juga sering dipertontonkan. Sehingga secara
tidak langsung dapat mempengaruhi budaya yang ada di Indonesia, dan ditiru oleh
masyarakat.
Bidang politik juga mengalami krisis kebudayaan, dimana
politik yang seharusnya hanya digunakan sebagai sebuah sistem dalam menuju pemerintahan
yang bersih, namun dinodai dengan berbagai isu-isu yang dilemparkan antar
pihak-pihak yang berseteru. Seperti yang terjadi pada saat ini menjelang tahun
politik 2019. Berbagai macam isu tersebar dimana-mana, mulai dari isu agama,
ras, etnis, mengadu domba antar golongan. Semua itu dilakukan hanya karena
ingin memiliki kedudukan dan kekuasaan dalam pemerintahan serta mungin saja
keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga melestarikan budaya korupsi yang
merugikan rakyat. Mereka saling berebutan seolah-olah kursi pemerintahan adalah
sebuah harta karun yang harus diperebutkan dengan melakukan cara apa saja.
Rakyat dibuat bingung dan hanya dimanfaatkan dengan membeli suaranya. Sistem
demokrasi yang seharusnya berpihak kepada rakyat, justru digunakan oleh para
oknum-oknum politik sebagai tameng dalam meraih kekuasaan.
Dapat dikatakan bahwa kebudayaan Indonesia saat ini
sedang kritis. Disintegrasi kebudayaan terjadi dimana-mana. Masyarakat lebih
senang hidup dengan pola hidup barat yang serba bebas dan mewah daripada hidup
sesuai dengan budaya Indonesia yang sederhana dan ramah. Kita telah lama
disuguhi dengan apa yang kita namakan krisis kebudayaan, hal tersebut merupakan
sebuah penyakit yang menggerogoti sistem sosial budaya yang ada di Indonesia
dan merusak persatuan Indonesia. Jelas krisis kebudayaan merupakan ancaman
nyata bagi Indonesia, khususnya sistem sosial budaya Indonesia. Lantas
bagaimana cara untuk mengobatinya?
Kuncinya ada dalam diri kita sendiri, yaitu tekad untuk
mengakhiri “krisis” kebudayaan ini. Tentu saja hal ini tidak semudah
membalikkan tangan. Lagi pula, tak mungkin kita mengembalikan apa yang telah
hilang. Namun hal ini sedikit demi sedikit dapat dikurangi jika kita
menyadarinya dan memiliki keinginan untuk merubahnya dan tidak mengikuti arus
yang ada.(Zaimar dalam Sarumpaet, 2016: 149)
Selain itu jika masyarakat dapat menyikapi perubahan yang
terjadi dengan bijak, maka kebudayaan yang ada dapat terjaga dengan baik dan
tidak akan menimbulkan perpecahan antar masyarakat. Indonesia juga sudah
mempunyai suatu ideologi negara yang seharusnya diterapkan nilai-nilainya dalam
kehidupan sehari-hari, ideologi tersebut adalah Pancasila. Apabila masyarakat
sudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka perubahan
apapun yang terjadi tidak akan merusak berbagai keragamaan kebudayaan yang ada
di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar