Pendidikan Menjadi Masalah Sosial
yang Berkelanjutan di Indonesia
Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting bagi
seseorang terutama anak-anak untuk mencapai kesuksesan yang dicita-citakan.
Pendidikan menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh
anak-anak dan menjadi sarana untuk mempelajari suatu hal yang muncul dari
ketidak tahuan seseorang akan sesuatu. Sehingga mereka memiliki jati diri dan
mampu meraih cita-cita yang mereka memiliki serta memahami hakikat dirinya
sebagai manusia.
Namun dalam perjalanannya, berbagai masalah selalu
menerpa. Terutama yang terjadi di Indonesia yang merupakan sebuah negara yang
berkembang. Berbagai masalah sosial terutama di bidang pendidikan terus
bermunculan. Hal ini menuntut semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk
berusaha memperbaiki pendidikan yang ada di Indonesia, agar nantinya pendidikan
yang ada dapat dinikmati oleh anak-anak Indonesia yang memiliki impian dan
cita-cita yang beragam.
Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral.
Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar
manusia dan di dalam kerangka kebudayaan-kebudayaan normatif, dan masalh
tersebut bersangkut paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan
dalam masyarakat (Soekanto, 2013). Seperti yang telah dipaparkan di atas, masalah
dalam bidang pendidikan termasuk dalam masalah sosial karena tidak sesuai
dengan nilai-nilai dan kebudayaan normatif. Ada berbagai masalah terkait
pendidikan yang terus bermunculan di Indonesia, seperti :
1. Tingginya angka putus sekolah di Indonesia
Seperti yang dikutip oleh Kompas.com(06/02/2018), ketika presiden Joko
widodo blusukan ke desa-desa, beliau masih banyak menemui banyaknya anak-anak
yang seharusnya masih menikmati bangku sekolah tetapi terpaksa tidak
meneruskannya atau putus sekolah. Tak usah jauh-jauh, di Jember sendiri masih
banyak anak-anak yang tidak meneruskan sekolah. Hal ini saya temui terutama di
daerah lereng pegunungan, seperti desa Darsono di dusun Padasan terutama dan
Sumber Candi.
Tentunya banyak hak yang menyebabkan anak-anak tersebut putus sekolah,
seperti faktor ekonomi, budaya, bahkan geografi lingkungan mereka yang jauh
dari sekolah.
2. Pemerataan pendidikan yang kurang
Banyak hal mungkin yang menyebabkan pemerataan pendidikan di Indonesia yang
kurang, seperti yang dikutip oleh Kompas.com(06/02/2018) yaitu fasilitas
pendidikan yang masih sangat buruk, dan buruknya infrastruktur pendidikan
khususnya terjadi di daerah pedalaman.
3. Masih tingginya angka buta aksara di Indonesia
Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan yang belum merata menyebabkan
tingginya angka buta aksara terutama terhadap anak-anak usia sekolah. Di
Indonesia terutama di daerah Timur seperti Maluku, Ambon, NTT, NTB, Papua, dll.
Seperti yang disampaikan oleh Kompas.com (30/03/2017) angka buta aksara di
daerah Timur mencapai 10%. Selain itu, Jawa Timur yang mempunyai SDM tinggi dan
infrastruktur yang cukup memadai juga mempunyai angka buta aksara yang cukup
tinggi khususnya di kabupaten Jember. Angka buta aksara di kabupaten Jember
sendiri masih mencapai 40 ribu orang seperti yang disampaikan Antaranews.com(18/10/2016).
4. Anak dibawah umur banyak yang sudah bekerja dan menikah di usia dini
Kemudian menurut saya, masalah sosial terakhir yang berkaitan dengan
pendidikan adalah masih banyak anak dibawah umur yang bekerja. Tentu saja
banyak faktor yang menyebabkan anak-anak dibawah umur yang harus bekerja
seperti, faktor ekonomi, budaya dan lingkungan.
Masalah-masalah di atas merupakan masalah sosial yang
sampai saat ini masih belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah, Padahal
seperti yang telah tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2, serta UU No.
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bahwa pendidikan merupakan hak setiap
warga negara yang harus dipenuhi oleh negara sebagai penyedia layanan
pendidikan. Selain itu, dalam penyelenggaraan layanan pendidikan tersebut harus
merata agar setiap warga negara merasakan layanan pendidikan yang sama.
Beberapa usaha telah
dilakukan seperti pemerintah kabupaten Jember yang membuat program keaksaraan
fungsional, sehingga dapat menurunkan angka buta aksara dari 100 ribu orang
menjadi 40 ribu orang, kemudian seperti yang dilakukan oleh anggota kepolisian di
daerah NTT dari Kompas.com(13/07/2017) yang mengupayakan penuntasan buta aksara
melalui Desa Binaan di Dusun Weain, Desa Kenebibi,
Kecamatan Kakuluk Mesak, Belu. Selain itu di Jember juga dilakukan upaya
menuntaskan masalah sosial juga dilakukan oleh sahabat-sahabat PMII melalui
Komunitas Rumah Pelangi Padasan di dusun Padasan, desa Darsono, Arjasa. Dan
teman-teman HIMAKES, HMJ dari Jurusan Ilmu Kesejahteraan melalui komunitas
Sanggar Anak Merdeka di daerah Sumber Candi. Alhasil dari usaha teman-teman tersebut,
angka putus sekolah, buta aksara, anak dibawah umur yang bekerja maupun menikah
dini lambat laun berkurang.
Namun usaha dari pemerintah, maupun teman-teman mahasiswa tersebut akan
terus berlanjut, dan tentunya membutuhkan dukungan dan bantuan dari masyarakat,
agar masalah sosial pendidikan yang ada dapat terselesaikan bersama-sama.
Sehingga kelak anak-anak Indonesia yang memiliki berbagai impian dalam mewarnai
Indonesia di masa depan dapat tercapai melalui layanan pendidikan yang memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar