Kamis, 03 Mei 2018

Terorisme Kenyataan dalam Kehidupan

  
La Tay'as (Jangan Putus Asa)
Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya
  
Pada Hari Senin, tanggal 30 April 2018, AIDA (Aliansi Indonesia Damai) mengadakan seminar dan bedah buku "La Tay'as (Jangan Putus Asa), Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya" di Auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, bekerja sama dengan UKMF LIMAS dan bapak Honest selaku pembina LIMAS. Acara tersebut menghadirkan Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi, Perintis Tanoker di Ledokombo, ibu Farha Abdul Kadir Assegaf. kemudian pakar terorisme, bapak Sofyan, mantan pelaku terorisme, bapak Iswanto, dan korban dari tragedi Bom Bali, ibu Ni Luh Erniati.

Buku berjudul "La Tay'as (Jangan Putus Asa), Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya" yang diluncurkan oleh AIDA (Aliansi Indonesia Damai) merupakan hasil dari pengalaman dan pemikiran penulis selama lima tahun terakhir dari Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi selama mendampingi dan membantu para korban dari terorisme dan memfasilitasi merekan untuk berkonsiliasi dengan para mantan terorisme yang telah sadar dan bertobat.

Buku ini merupakan hasil dari review dan refleksi dari kehidupan para mantan pelaku terorisme ekstremis dan kehidupan para korban dari pelaku terorisme tersebut. buku ini juga merupakan usaha dari penulis dalam mengimplementasikan teori dari Mikhail Bakhtin seorang filsuf Rusia, mengenai dialogisme dan mengubah sistem monopoli dari satu pihak menjadi poli-poli dari berbagai pihak. Di sini penulis bersama AIDA berusaha mempertemukan para korban dari tragedi terorisme dengan para mantan pelaku terorisme, sehingga ada dialog antara dua pihak yang berkaitan.


Banyak yang mengatakan bahwa terorisme hanyalah isu-isu yang digunakan oleh negara-negara adidaya untuk membuat suatu konspirasi, Namun perlu diketahui bahwa terorisme merupakan sebuah realitas yang memang ada dan sedang terjadi di dunia, bukan hanya sekedar isu yang disebarkan di tengah masyarakat. Sehingga untuk mengatasi terorisme tersebut harus dimulai dari kesadaran diri setiap masing-masing individu, kesadaran bahwa terorisme memang ada, bukanlah sebuah isu konspirasi dan terorisme harus dilawan.

Kegiatan-kegiatan yang bersifat terorisme sering dilakukan oleh golongan-golongan ekstremisme, dan mereka sering kali mencari anak-anak muda untuk dijadikan sebagai kader dan pejuang jihad dalam melakukan aksi-aksi terorisme. Mereka memanfaatkan semangat dari anak muda yang sedang mencari jati diri dan idealisme yang sesuai dengan dirinya, golongan ekstremis tersebut memasukkan pemikiran-pemikiran radikalisme terhadap anak muda, sehingga anak-anak muda mudah terprovokasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat terorisme. Hal ini telah terjadi sejak masa khulafaur rasyidin, pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan hingga Khalifah Ali bin Thalib. dan saat itulah titik tolak berkembangnya golongan-golongan ekstremis yang sering mengkafirkan orang-orang yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah, dan sering mengumandangkan perang sebagai jalan jihad fi sabilillah.

golongan-golongan ekstremis juga menggunakan instansi pendidikan sebagai sara mereka mencari anak-anak muda yang akan mereka jadikan kader pejuang jihad yang akan melakukan kegiatan-kegiatan terorisme. Mengapa di instansi pendidikan, ya karena di instansi pendidikan anak-anak muda berkumpul dan di sana mereka sedang menempuh pendidikan untuk mencari idealisme mereka. Sehingga, langkah awal yang harus dilakukan dalam mencegah dan melawan aksi terorisme pertama kali adalah membersihkan dan mensterilkan pihak-pihak dalam instansi pendidikan dari ideologi-ideologi ekstremis, teroris dan radikalisme.

Di Indonesia gerakan-gerakan Ekstremis sudah ada, seperti yang dilakukan oleh gerakan Jamaah Islamiyah (JI) yang berada dibalik tragedi Bom Bali tahun 2002. Gerakan Ekstremis ini sudah berkembang sejak tahun 1980-an oleh Abu Bakar Bashir. Dalam mengembangkan gerakannya, JI melakukan kajian-kajian Islam terkait dengan jihad dan provokasi bahwa jihad adalah perang dan kekerasan, serta mengadakan pelatihan-pelatihan militer bagi anggota-anggotanya di wilayah hutan-hutan pelosok Indonesia, agar terhindar dari pemerintah. JI terus melakukan aksi-aksi terorisme hingga pada tahun 2000-an ketika tragedi Bom Bali 1 dan 2. Hingga akhirnya Polda Metro Jaya dapat menangkap para pelaku dan anggota gerakan ekstremis terebut.
Saat ini para pelaku sebagian besar telah sadar akan perbuatannya dan mengaku bertobat atas kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan setelah mendapat hukuman dari polda metro jaya. Dengan dibantu dan didampingi oleh AIDA, para mantan pelaku terorisme satu persatu menemui para korban dari tragedi-tragedi terorisme. Seperti yang terjadi kepada Iswanto yang merupakan mantan pelaku terorisme dari Jamaah Islamiyah dengan Ibu Ni Luh Erniati yang merupakan suami dari korban tragedi Bom Bali yang terjadi pada tahun 2002. Memang sulit bagi pihak korban untuk memaafkan pelaku, namun apa gunanya menyimpan rasa dendam terus menerus yang hanya akan membuat hati korban terus merasakan sakit. Lagi pula lebih penting menumbuhkan suatu perdamaian daripada hanya menyimpan rasa dendam.
Tragedi Terorisme seperti yang terjadi pada Bom Bali menimbulkan dampak yang begitu besar di Indonesia, terutama yang dialami oleh para korban maupun keluarga korban. Karena tragedi itu meninggalkan trauma dan duka tersendiri bagi korban yang kehilangan anggota tubuh maupun anggota keluarga yang dicintai. Maka dari itu, sebagai bangsa Indonesia, kita harus melawan terorisme untuk menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan Negara republik Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dampak adanya Virus Corona Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat

Dampak adanya Virus Corona Terhadap Kehidupan Sosial Masyaraka t Nama : Nita Purnamasari NIM : 180910302003          Duni...