Kelompok Pemberdayaan Damar Wulan di Desa Sumbersalak, Ledokombo, Jember
Masyarakat
Indonesia masih banyak yang bekerja sebagai buruh migran atau biasa disebut TKI/TKW.
Hal ini disebabkan oleh masalah ketenagakerjaan di dalam negeri yang belum
terpecahkan, seperti lapangan pekerjaan yang sedikit, kualifikasi persyaratan
pekerjaan yang sulit dan rendahnya tingkat pendidikan di desa. Hal tersebut
menyebabkan banyaknya masyarakat Indonesia khususnya perempuan yang berusia
produktif yaitu antara 18 sampai 30 tahun memilih untuk bekerja sebagai buruh
migran di luar negeri yang menjanjikan gaji yang besar. Setelah mereka kembali
ke tanah air, mayoritas dari mereka menjadi pengangguran. Hal ini tentu saja
menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah maupun masyarakat untuk mencari cara
bagaimana memberdayakan masyarakat terutama bagi mereka yang telah bekerja
sebagai buruh migran, agar tidak menjadi seorang pengangguran dan tercipta
masyarakat desa yang mandiri.
Desa Sumbersalak
merupakan salah satu desa yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh
migran, bahkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Indonesia proses untuk menjadi
buruh migran penduduk Desa Sumbersalak dipermudah perizinannya melalui Desbumi (Desa
Peduli Buruh Migran) yang diresmikan pada tanggal 25 November 2015. Hampir 90%
penduduk Desa Sumbersalak menjadi buruh migran. Namun, saat kontrak sebagai
buruh migran telah selesai dan kembali ke Indonesia, para buruh migran tersebut
mayoritas menganggur atau sebagian ada yang menjadi buruh tani dengan
penghasilan yang tidak menentu serta ada pula yang memilih menjadi buruh migran
kembali. Tentu saja hal ini sangat disayangkan karena mereka hanya bergantung
kepada penghasilan saat menjadi buruh migran. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut ialah melalui pemberdayaan masyarakat.
Dengan demikian diharapkan masyarakat di Desa Sumbersalak dapat menjadi mandiri
dengan hasil kerja sendiri.
Pemberdayaan
Masyarakat di Desa Sumbersalak, kecamatan Ledokombo, kabupaten Jember sejatinya
sudah mulai berjalan dengan baik sejak tahun 2013-2014 setalah masuknya
Tanoker. Awalnya Tanoker melakukan pendampingan terhadap anak-anak yang
ditinggal ke luar negeri oleh orang tuanya yang menjadi buruh migran. Namun
melihat banyaknya permasalahan yang terjadi, salah satunya adalah pengangguran,
Tanoker bersama pemerintah desa membentuk kelompok pemberdayaan masyarakat yang
semua anggotanya merupakan eks-buruh migran yang tidak kembali bekerja di luar
negeri. Harapan dari pembentukan kelompok pemberdayaan tersebut adalah agar
para eks-buruh migran tersebut memiliki pekerjaan yang tetap disamping menjadi
buruh tani. Selain itu masyarakat nantinya mempunyai pandangan dan kepentingan
bersama serta memberdayakan masyarakat desa Sumbersalak khususnya bagi
eks-buruh migran dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Namun dalam
perjalanannya, pemberdayaan masyarakat desa Sumbersalak masih menemui banyak
kendala dan memerlukan banyak pendampingan dari pemerintah dan antusias dari
masyarakat agar terbentuk masyarakat desa yang mandiri.
Kelompok
pemberdayaan masyarakat Damar Wulan merupakan salah satu kelompok pemberdayaan
masyarakat yang dibentuk dengan kerjasama Tanoker, pemerintah desa dan
masyarakat eks-buruh migran. Kelompok ini berdiri sejak tahun 2014 saat
diadakannya Jambore Unit di Balai Desa Sumbersalak dan menghasilkan beberapa
produk seperti camilan ladrang, kripik
manis, keripik bawang, ulat sutera dan biji kacang panjang. Mereka masih memproduksi
menggunakan alat-alat yang tradisional, sehingga memerlukan waktu yang cukup
lama dalam melakukan produksi. Satu hari mereka dapat menghasilkan dua macam
produk camilan. Namun ketika ada pesanan yang banyak, mereka meminta bantuan
kepada tetangga-tetangga di sekitar rumah mereka untuk membantu memproduksi
camilan keripik yang dipesan, sehingga dapat memproduksi camilan keripik dalam
jumlah yang besar seharinya. Namun proses pengemasannya telah menggunakan alat
press yang lebih modern. Tentu saja hal tersebut merupakan hasil dari kerja
keras mereka dalam produksi camilan
keripik yang bermula dari modal mereka sendiri.
Produk-produk
tersebut sudah banyak dipasarkan namun masih sekitar wilayah kecamatan Ledokombo,
seperti di warung-warung dan pasar yang ada di kecamatan Ledokombo. Pemasaran
tersebut dibantu oleh suami-suami mereka untuk membawa produk-produknya untuk
ditempatkan di warung-warung dan pasar. Selain itu, mereka juga sering mendapat
pesanan dalam jumlah yang besar pada saat bulan Ramadhan dan menjelang hari
raya Idul Fitri. Bahkan pesanan yang mereka terima berasal dari luar daerah Ledokombo.
Pendistribusian pesanan dari luar Ledokombo akan dibantu oleh anggota Tanoker.
Sebenarnya kelompok Damar Wulan ingin mengembangkan pemasaran yang lebih luas
lagi ke daerah-daerah yang ada di Jember atau bahkan ke luar daerah Jember
selain ketika menerima pesanan. Namun mereka masih terkendala dengan perizinan
untuk pemasarannya, sehingga mereka
belum bisa memasarkan barang-barang produksinya ke berbagai wilayah di
Jember.
Ketika Mendagri
berkunjung ke wilayah tersebut, Mendagri telah berjanji untuk membantu mengurus
perizinan dan pemberian label halal yang resmi kepada Kelompok Damar Wulan,
sehingga mereka dapat memasarkan barang-barang produksi mereka ke berbagai
wilayah di Jember atau bahkan ke luar Jember, namun sampai sekarang perizinan
tersebut tidak kunjung diberikan. Padahal Mendagri sendiri telah mengakui poduk
yang dihasilkan oleh Kelompok Damar Wulan dan ketika kembali ke Jakarta,
Mendagri membawa barang-barang produksi Kelomok Damar Wulan dalam jumlah yang
banyak. Meskipun perizinan belum keluar, Kelompok Damar Wulan tetap semangat
dalam memproduksi berbagai produk camilan dan pemasarannya masih di sekitar
wilayah Ledokombo. Alhasil penghasilan dari pemasaran tersebut tidak menentu
dan kadang naik turun, namun mereka tetap senang karena mereka beranggapan
bahwa lebih baik bekerja di negeri sendiri dengan penghasilan yang tidak
menentu tetapi dapat dekat dan berkumpul bersama keluarga, daripada bekerja
sebagai buruh migran di luar negeri dengan gaji yang tinggi tetapi jauh dari
keluarga.
Tanoker begitu
aktif dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Bahkan setiap tahun mereka membuat
acara dengan mengundang berbagai kelompok pemberdayaan masyarakat, salah
satunya adalah Kelompok Damar Wulan. Acara tersebut bertujuan agar mereka
saling bersilaturahmi dan saling bertukar pikiran tentang inovasi dari
produk-produk masing-masing kelompok. Selain itu, acara tersebut juga digunakan
untuk membahas masalah-masalah yang terjadi di setiap kelompok serta mencari
solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, sehingga kelompok
pemberdayaan masyarakat dapat berjalan terus menerus dalam memberdayakan
potensi yang dimiliki oleh masyarakat, khususnya yang tergabung dalam kelompok-kelompok
pemberdayaan tersebut sehingga dapat mewujudkan masyarakat desa yang mandiri.
Berdasarkan permasalahan
di atas, dapat kita ketahui bahwa program pemberdayaan masyarakat yang ada di
Desa Sumbersalak sudah berjalan dengan baik dengan adanya kesadaran dari
beberapa masyarakat khususnya mereka sebagai eks-buruh migran untuk tidak
bergantung kepada pemerintah dan bekerja di luar negeri dengan gaji yang tinggi
namun jauh dari keluarga. Hal ini disadari oleh Tanoker untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat agar masyarakat memiliki pekerjaan yang tetap di
Indonesia dan agar masyarakat yang eks-buruh migran tidak kembali bekerja
sebagai buruh migran di luar negeri, sehingga terbentuklah kelompok-kelompok
pemberdayaan masyarakat yang masing-masing kelompok tersebut memiliki produk
unggulan masing-masing dan dipasarkan di wilayah Ledokombo dan di luar wilayah
Ledokombo.
Kelompok
pemberdayaan masyarakat di Desa Sumbersalak sejatinya sudah berjalan dengan
baik, karena anggota kelompok tersebut tidak berorientasi kepada hasil
keuntungan yang diperolehnya. Namun hal tersebut tidak membuat
kelompok-kelompok pemberdayaan tersebut menyerah dan berhenti begitu saja.
Mereka menikmati pekerjaan tersebut dan akan terus memproduksi produk-produk
unggulan mereka. Meskipun penghasilan tidak tetap, mereka tetap dapat berkumpul
bersama keluarga, dan hal tersebut yang membuat mereka memilih untuk tetap
bertahan dan menjalankan kelompok pemberdayaan masyarakat daripada kembali
bekerja di luar negeri. Namun hal tersebut tidak dirasakan oleh seluruh masyarakat
Sumbersalak, masih banyak yang memilih untuk bekerja sebagai buruh migran di
luar negeri, karena berorientasi terhadap gaji yang tinggi.
Hal ini sangat
menarik bagi masyarakat di Indonesia khususnya masyarakat eks-buruh migran yang
sudah tidak bekerja di luar negeri, karena pemberdayaan masyarakat sangat
penting untuk mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi masyarakat yang
mandiri. Tentu saja hal ini perlu dukungan yang penuh oleh pemerintah,
masyarakat Indonesia dan mahasiswa yang nantinya juga akan kembali kepada
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar