Upacara Ngaben,
sebagai kebudayaan Strukturalisme Umat Hindu Bali
Antropologi
merupakan suatu ilmu yang mempelajari manusia terkait dengan perilaku-perilaku
yang menjadi kebiasaan dan hingga menjadi sesuatu yang dapat disebut sebagai
kebudayaan. Dalam antropologi terdapat beberapa aliran-aliran, salah satunya
yaitu aliran Strukturalisme. Aliran tersebut mengkaji suatu kebudayaan manusia
yang berupa suatu kesenian, pola hidup, atau upacara-upacara sebagai perwujudan
pemikiran manusia. Salah satu wujud dari kebudayaan strukturalisme adalah
Upacara Ngaben oleh Umat Hindu di Bali.
Upacara
kematian umat Hindu di Bali atau yang lebih dikenal dengan ngaben merupakan
salah satu budaya lokal yang ada di Bali yang berisi berbagai macam ritual atau
upacara adat yang diperuntukkan kepada sanak famili yang telah meninggal dunia.
Menurut kepercayaan umat Hindu kematian adalah perpindahan dari struktur
kehidupan dunia menuju ke struktur kehidupan lainnya yang akan datang. Ritual
kematian adalah suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk menunjukkan bahwa
manusia merupakan makhluk beragam dan berbudaya.
Terdapat banyak sekali ritual atau
upacara kematian yang ada, salah satunya adalah upacara ngaben yang dilakukan umat
Hindu yang berada di Bali yang juga termasuk dalam upacara Pitra Yadya, atau
upacara yang ditunjukkan kepada leluhur. Kata ngaben sendiri berasal dari
bahasa yang memiliki arti api. Penggunaan peralatan yang akan digunakan pada
saat prosesi membutuhkan biaya yang tidak sedikit berkisar antar 150=200 juta
rupiah. Upacara ngaben sendiri memiliki beberapa ritual, yang sangat unik dan
memiliki banyak makna, ritual tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Ritual Ngulapin
Ritual ngulapin tersendiri merupakan ritual untuk
menyucikan peti yang berisi jenazah,
ritual ngulapin ini akan dilakukan oleh pemuka agama yang disebut dengan
Pinandita.
2. Ritual memandikan Jenazah
Dalam ritual ini jenazah akan di atas pepaga (meja)
dan kemudian akan dimandikan oleh keluarganya. Dalam proses ini kemaluan jenazah
akan ditutup dengan kain hitam, sementara bajunya akan dibuka, kemudian kain
hitam yang menutupi kemaluan jenazah akan diganti dengan daun teratai (bagi
wanita), dan daun terong (bagi pria) dan akan dipakaikan pakaian adat lengkap,
diberi bunga melati dilubang hidung, pecahan kaca di atas mata, dan daun
intaran di alis, hal ini dimaksudkan agar ketika seorang yang telah meninggal
ketika bereinkarnasi diberikan badan yang lengkap. Ritual ini dilakukan di
halaman rumah keluarga.
3. Ritual Narpana
Ritual ini merupakan ritual untuk memasukkan jenazah
ke dalam peti bersama barang-barang yang akan ikut dibakar.
4. Ritual Pakiriman Ngutang
Jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam peti kemudian
akan dinaikkan ke atas bade, yaitu menara yang digunakan untuk mengusung
jenazah dan akan diiringi dengan suara baleganjur (gong khas Bali)
5. Ritual Ngising
Merupakan acara puncak dari ritual ngaben, yaitu
pembakaran jenazah yang akan dipimpin langsung oleh pendeta. Barulah jenazah
akan dibakar hingga hangus, tulang tulangnya akan digilas dan dimasukkan ke dalam
kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.
6. Ritual Ngayud
Merupakan ritual terakhir dari upacara ngaben, yaitu
menghanyutkan abu baik ke laut maupun sungai yang bertujuan untuk menghanyutkan
dosa yang masih tertinggal pada roh.
Rangkaian ritual yang ada di upacara ngaben ini
memiliki arti untuk pembayaran hutang kepada leluhur (Pitra Rina) yang wajib
dilakukan oleh seorang anak dengan menggunakan hasil kerjanya sendiri dan bukan
dengan warisan dari orang tua.
Upacara Ngaben yang dilakukan oleh umat Hindu tersebut
merupakan suatu wujud perwakilan dari pemikiran dan keyakinan masyarakat
setempat, yang beranggapan bahwa melalui upacara tersebut maka si arwah dari
manusia tersebut akan bereinkarnasi dengan baik dan melalui upacara tersebut
mereka meyakini untuk membayar hutang-hutang kepada para leluhur mereka. Jika
kita analisa, maka kebudayaan Upacara Ngaben tersebut merupakan salah satu
wujud dari kebudayaan antropologi menurut aliran Strukturalisme.