Minggu, 08 Juli 2018

Kajian Antropologi Budaya Indonesia


Upacara Ngaben, sebagai kebudayaan Strukturalisme Umat Hindu Bali


Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari manusia terkait dengan perilaku-perilaku yang menjadi kebiasaan dan hingga menjadi sesuatu yang dapat disebut sebagai kebudayaan. Dalam antropologi terdapat beberapa aliran-aliran, salah satunya yaitu aliran Strukturalisme. Aliran tersebut mengkaji suatu kebudayaan manusia yang berupa suatu kesenian, pola hidup, atau upacara-upacara sebagai perwujudan pemikiran manusia. Salah satu wujud dari kebudayaan strukturalisme adalah Upacara Ngaben oleh Umat Hindu di Bali.

Upacara kematian umat Hindu di Bali atau yang lebih dikenal dengan ngaben merupakan salah satu budaya lokal yang ada di Bali yang berisi berbagai macam ritual atau upacara adat yang diperuntukkan kepada sanak famili yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan umat Hindu kematian adalah perpindahan dari struktur kehidupan dunia menuju ke struktur kehidupan lainnya yang akan datang. Ritual kematian adalah suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk beragam dan berbudaya.

            Terdapat banyak sekali ritual atau upacara kematian yang ada, salah satunya adalah upacara ngaben yang dilakukan umat Hindu yang berada di Bali yang juga termasuk dalam upacara Pitra Yadya, atau upacara yang ditunjukkan kepada leluhur. Kata ngaben sendiri berasal dari bahasa yang memiliki arti api. Penggunaan peralatan yang akan digunakan pada saat prosesi membutuhkan biaya yang tidak sedikit berkisar antar 150=200 juta rupiah. Upacara ngaben sendiri memiliki beberapa ritual, yang sangat unik dan memiliki banyak makna, ritual tersebut antara lain sebagai berikut :

1.      Ritual Ngulapin

Ritual ngulapin tersendiri merupakan ritual untuk menyucikan peti yang berisi jenazah,  ritual ngulapin ini akan dilakukan oleh pemuka agama yang disebut dengan Pinandita.





2.      Ritual memandikan Jenazah

Dalam ritual ini jenazah akan di atas pepaga (meja) dan kemudian akan dimandikan oleh keluarganya. Dalam proses ini kemaluan jenazah akan ditutup dengan kain hitam, sementara bajunya akan dibuka, kemudian kain hitam yang menutupi kemaluan jenazah akan diganti dengan daun teratai (bagi wanita), dan daun terong (bagi pria) dan akan dipakaikan pakaian adat lengkap, diberi bunga melati dilubang hidung, pecahan kaca di atas mata, dan daun intaran di alis, hal ini dimaksudkan agar ketika seorang yang telah meninggal ketika bereinkarnasi diberikan badan yang lengkap. Ritual ini dilakukan di halaman rumah keluarga.

3.      Ritual Narpana

Ritual ini merupakan ritual untuk memasukkan jenazah ke dalam peti bersama barang-barang yang akan ikut dibakar.

4.      Ritual Pakiriman Ngutang

Jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam peti kemudian akan dinaikkan ke atas bade, yaitu menara yang digunakan untuk mengusung jenazah dan akan diiringi dengan suara baleganjur (gong khas Bali)

5.      Ritual Ngising

Merupakan acara puncak dari ritual ngaben, yaitu pembakaran jenazah yang akan dipimpin langsung oleh pendeta. Barulah jenazah akan dibakar hingga hangus, tulang tulangnya akan digilas dan dimasukkan ke dalam kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.

6.      Ritual Ngayud

Merupakan ritual terakhir dari upacara ngaben, yaitu menghanyutkan abu baik ke laut maupun sungai yang bertujuan untuk menghanyutkan dosa yang masih tertinggal pada roh.

Rangkaian ritual yang ada di upacara ngaben ini memiliki arti untuk pembayaran hutang kepada leluhur (Pitra Rina) yang wajib dilakukan oleh seorang anak dengan menggunakan hasil kerjanya sendiri dan bukan dengan warisan dari orang tua.

Upacara Ngaben yang dilakukan oleh umat Hindu tersebut merupakan suatu wujud perwakilan dari pemikiran dan keyakinan masyarakat setempat, yang beranggapan bahwa melalui upacara tersebut maka si arwah dari manusia tersebut akan bereinkarnasi dengan baik dan melalui upacara tersebut mereka meyakini untuk membayar hutang-hutang kepada para leluhur mereka. Jika kita analisa, maka kebudayaan Upacara Ngaben tersebut merupakan salah satu wujud dari kebudayaan antropologi menurut aliran Strukturalisme.
             Indonesia merupakan negara dengan kekayaannya alam hingga sumber daya manusianya yang melimpah. dalam sejarahnya Indonesia mengalami berbagai masa-masa yang silih berganti, mulai dari budaya asli yang dimiliki Indonesia, kebudayaan india yang dibarengi dengan menyebarnya agama hindhu dan budha di Indonesia, kebudayaan arab yang masuk bersamaan dengan penyebaran agama islam, hingga ketika penjajahan dibarengi dengan menyebarnya budaya barat kristen. semua tahap-tahap tersebut memberikan corak yang khas bagi Indonesia, karena ada beberapa kebudayaan yang masih tetap dijaga hiingga sekarang, dan ada pula budaya yang menyesuaikan perkembangan zaman.
             

Jumat, 04 Mei 2018

Puisi



Tanah Surga .. katanya 

Bukan lautan hanya kolam susu .. katanya.
Tapi kata kakekku, hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu.
 

Kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui .. katanya.
Tapi kata kakekku, ikannya diambil nelayan-nelayan asing.
 

Ikan dan udang datang menghampirimu .. katanya.
Tapi kata kakekku, ssstt.. ada udang di balik batu.
 

Orang bilang tanah kita tanah surga .. katanya.
Tapi kata dokter intel, yang punya surga cuma pejabat-pejabat.
 

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. katanya.
Tapi kata dokter intel, kayu-kayu kita dijual ke negara tetangga.
 

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. katanya.
Tapi kata kakekku, belum semua rakyatnya sejahtera, banyak pejabat yg menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri.



Salman... Dalam Film "Tanah Surga... Katanya"

 Puisi di atas dapat kita jadikan sebagai refleksi, kehiduoan berbangsa dan bernegara kita selama ini. Dan sebagai tamparan keras bagi kita , mengingat dalam film tersebut masyarajat pinggiran pun mempunyai semangat nasionalisme yang tinggi terhadap negara Indonesia.
 Untuk Indonesiaku...

Kajian Ilmiah


UKMF Lembaga Ilmiah Mahasiswa Sospol(LIMAS) Universitas Jember

Paradigma Sosiologi

Paradigma Sosiologi berangkat dari keinginan dari tokoh-tokoh ilmu sosiologi yang berkeinginan, ilmu-ilmu sosial menjadi ilmu pengetahuan yang ilmiah. Suatu ilmu dapat dikatakan ilmiah, jika ilmu tersebut berangkat dari hal-hal yang bersifat empiris.

1.      Paradigma Fakta Sosial

Paradigma sfakta sosial ini diambil dari karya-karya Durkheim, yaitu The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897). Paradigma Fakta Sosial merupakan paradigma yang bekerja mempengaruhi sosial masyarakat yang terkadang bersifat koersif atau memaksa.

Fakta sosial inilah yang menjadi pokok pembahasan dari paradigma sosiologi. Fakta sosial dinyatakan sebagai benda (thing), sehingga dalam memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia.

Paradigma Fakta Sosial terdiri dari:

1)      Material, suatu barang yang dapat dilihat dan diobservasi.

2)      Non-material, sesuatu yang dianggap nyata namun keberadaannya tidak dapat dilihat melalui panca indra. Fakta sosial jenis ini muncul dari dalam kesadaran manusia, seperti perihal perasaan manusia.

3)      Struktur fungsional, merupakan suatu struktur yang keberadaannya mengikat manusia, sehingga masnusia tersebut harus berperilaku sesuai dengan struktur yang mengikatnya.

4)      Teori konflik, fakta sosial jenis ini berasumsi bahwa dengan sebuah konflik atau masalah, maka dapat merubah keadaan individu manusia.

Perhatian paradigma fakta sosial terpaut kepada hubungan antar struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antar individu dengan struktur sosial serta hubungan individu dengan pranata sosial. Metode yang tepat untuk paradigma fakta sosial adalah melalui penelitian kuantitatif melalui kuesioner dan interview, dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang runtun secara rasional dan tentang unit sosialnya sendiri.

2.      Paradigma Definisi Soial

Paradigma ini memperlajari bahwa bagaiman struktur sosial dan pranata sosial  keduanya saling membantu untuk membentuk tindakan manusia yang penuh arti dan penuh makna. Atau dapat disimpulkan bahwa paradigma ini mempelajari sistem sosial masyarakat dari individu-individunya melalui tindakan-tindakan atau yang disebut dengan social action. Tokoh dari paradigma ini adalah Weber. Paradigma definisi sosial didasari oleh:

1)      Nilai

2)      Tujuan

3)      Afektual

4)      Tradisional

Paradigma Definisi Soisial biasanya digunakan dalam penelitian kualitatif, dimana mereka cenderung menggunakan metode observasi dalam penelitian karena untuk memahami intra dan inter subjektifive dari tindakan sosial dan interaksi sosial, selain itu metode ini cukup efektif untuk menggali realitas sosial secara mendalam melalui in deep interview.

     3.      Paradigma Perilaku Soial

Paradigma yang mempelajari tentang perilaku-perilaku manusia. Tokoh dari paradigma ini adalah B.F Skinner, Skinner melihat kedua paradigma fakta sosial dan definisi sosial sebagai perspektif yang mistik, dan tidak dapat diterangkan secara rasional.

Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada hubungan antara individu dan lingkungannya atau proses interaksi.

Ritzer menemukan perbedaan antara ketiga paradigma diatas bersifat estetis. Perbedaan ini sesuai dengan pengalaman di lapangan. Menurut Ritzer paradigma yang ada dalam sosiologi tersebut saling berhubungan satu sama lain dengan demikian akan melemahkan sebagian besar dasar-dasar perbedaan yang ada sekarang.


https://limasfisipunej.wordpress.com/

Kamis, 03 Mei 2018

Terorisme Kenyataan dalam Kehidupan

  
La Tay'as (Jangan Putus Asa)
Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya
  
Pada Hari Senin, tanggal 30 April 2018, AIDA (Aliansi Indonesia Damai) mengadakan seminar dan bedah buku "La Tay'as (Jangan Putus Asa), Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya" di Auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, bekerja sama dengan UKMF LIMAS dan bapak Honest selaku pembina LIMAS. Acara tersebut menghadirkan Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi, Perintis Tanoker di Ledokombo, ibu Farha Abdul Kadir Assegaf. kemudian pakar terorisme, bapak Sofyan, mantan pelaku terorisme, bapak Iswanto, dan korban dari tragedi Bom Bali, ibu Ni Luh Erniati.

Buku berjudul "La Tay'as (Jangan Putus Asa), Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya" yang diluncurkan oleh AIDA (Aliansi Indonesia Damai) merupakan hasil dari pengalaman dan pemikiran penulis selama lima tahun terakhir dari Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi selama mendampingi dan membantu para korban dari terorisme dan memfasilitasi merekan untuk berkonsiliasi dengan para mantan terorisme yang telah sadar dan bertobat.

Buku ini merupakan hasil dari review dan refleksi dari kehidupan para mantan pelaku terorisme ekstremis dan kehidupan para korban dari pelaku terorisme tersebut. buku ini juga merupakan usaha dari penulis dalam mengimplementasikan teori dari Mikhail Bakhtin seorang filsuf Rusia, mengenai dialogisme dan mengubah sistem monopoli dari satu pihak menjadi poli-poli dari berbagai pihak. Di sini penulis bersama AIDA berusaha mempertemukan para korban dari tragedi terorisme dengan para mantan pelaku terorisme, sehingga ada dialog antara dua pihak yang berkaitan.


Banyak yang mengatakan bahwa terorisme hanyalah isu-isu yang digunakan oleh negara-negara adidaya untuk membuat suatu konspirasi, Namun perlu diketahui bahwa terorisme merupakan sebuah realitas yang memang ada dan sedang terjadi di dunia, bukan hanya sekedar isu yang disebarkan di tengah masyarakat. Sehingga untuk mengatasi terorisme tersebut harus dimulai dari kesadaran diri setiap masing-masing individu, kesadaran bahwa terorisme memang ada, bukanlah sebuah isu konspirasi dan terorisme harus dilawan.

Kegiatan-kegiatan yang bersifat terorisme sering dilakukan oleh golongan-golongan ekstremisme, dan mereka sering kali mencari anak-anak muda untuk dijadikan sebagai kader dan pejuang jihad dalam melakukan aksi-aksi terorisme. Mereka memanfaatkan semangat dari anak muda yang sedang mencari jati diri dan idealisme yang sesuai dengan dirinya, golongan ekstremis tersebut memasukkan pemikiran-pemikiran radikalisme terhadap anak muda, sehingga anak-anak muda mudah terprovokasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat terorisme. Hal ini telah terjadi sejak masa khulafaur rasyidin, pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan hingga Khalifah Ali bin Thalib. dan saat itulah titik tolak berkembangnya golongan-golongan ekstremis yang sering mengkafirkan orang-orang yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah, dan sering mengumandangkan perang sebagai jalan jihad fi sabilillah.

golongan-golongan ekstremis juga menggunakan instansi pendidikan sebagai sara mereka mencari anak-anak muda yang akan mereka jadikan kader pejuang jihad yang akan melakukan kegiatan-kegiatan terorisme. Mengapa di instansi pendidikan, ya karena di instansi pendidikan anak-anak muda berkumpul dan di sana mereka sedang menempuh pendidikan untuk mencari idealisme mereka. Sehingga, langkah awal yang harus dilakukan dalam mencegah dan melawan aksi terorisme pertama kali adalah membersihkan dan mensterilkan pihak-pihak dalam instansi pendidikan dari ideologi-ideologi ekstremis, teroris dan radikalisme.

Di Indonesia gerakan-gerakan Ekstremis sudah ada, seperti yang dilakukan oleh gerakan Jamaah Islamiyah (JI) yang berada dibalik tragedi Bom Bali tahun 2002. Gerakan Ekstremis ini sudah berkembang sejak tahun 1980-an oleh Abu Bakar Bashir. Dalam mengembangkan gerakannya, JI melakukan kajian-kajian Islam terkait dengan jihad dan provokasi bahwa jihad adalah perang dan kekerasan, serta mengadakan pelatihan-pelatihan militer bagi anggota-anggotanya di wilayah hutan-hutan pelosok Indonesia, agar terhindar dari pemerintah. JI terus melakukan aksi-aksi terorisme hingga pada tahun 2000-an ketika tragedi Bom Bali 1 dan 2. Hingga akhirnya Polda Metro Jaya dapat menangkap para pelaku dan anggota gerakan ekstremis terebut.
Saat ini para pelaku sebagian besar telah sadar akan perbuatannya dan mengaku bertobat atas kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan setelah mendapat hukuman dari polda metro jaya. Dengan dibantu dan didampingi oleh AIDA, para mantan pelaku terorisme satu persatu menemui para korban dari tragedi-tragedi terorisme. Seperti yang terjadi kepada Iswanto yang merupakan mantan pelaku terorisme dari Jamaah Islamiyah dengan Ibu Ni Luh Erniati yang merupakan suami dari korban tragedi Bom Bali yang terjadi pada tahun 2002. Memang sulit bagi pihak korban untuk memaafkan pelaku, namun apa gunanya menyimpan rasa dendam terus menerus yang hanya akan membuat hati korban terus merasakan sakit. Lagi pula lebih penting menumbuhkan suatu perdamaian daripada hanya menyimpan rasa dendam.
Tragedi Terorisme seperti yang terjadi pada Bom Bali menimbulkan dampak yang begitu besar di Indonesia, terutama yang dialami oleh para korban maupun keluarga korban. Karena tragedi itu meninggalkan trauma dan duka tersendiri bagi korban yang kehilangan anggota tubuh maupun anggota keluarga yang dicintai. Maka dari itu, sebagai bangsa Indonesia, kita harus melawan terorisme untuk menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan Negara republik Indonesia.


Puisi: Manusia Sempurna

Tentang Kesempurnaan Manusia
Oleh: Alfit Sair (Ap Lyceum)

Di satu senja yang bersahaja, kepadaku seorang teman menuangkan kegelisahannya. Ia berkata; Tuhan itu Maha Sempurna, mustahil jika dari-Nya tercipta sesuatu yang tidak sempurna. Oleh itu, seluruh ciptaan-Nya niscaya sempurna.

Akan tetapi, dari sini lahirlah masalah, yaitu; bila semua ciptaan telah sempurna, lantas untuk apa lagi penyembahan dan perbuatan baik dilakukan? Jika semua manusia telah sempurna, lantas dimana letak perbedaan orang² baik semisal Rasul Saw dengan orang² buruk semisal Abu Lahab?

Lama kurenungkan problem di atas, kuseruput kopi, lalu mulai menyusun kata demi kata, hingga menjadi untaian coretan berikut;

Dalam Filsafat, kesempurnaan ada dua jenis;
Kesempurnaan primer (kamal al-awwal) & kesempurnaan sekunder (kamal ats-tsani)

Berkenaan dengan manusia, kesempurnaan primer manusia adalah wujud manusia beserta potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia sebagai bekal baginya dalam meraih kesempurnaan sekunder secara ikhtiari.

Kesempurnaan sekunder manusia yaitu kesempurnaan yang diraih oleh wujud manusia secara ikhtiari dengan menggunakan potensi yang dimikinya (kesempurnaan primer).

Sebagai contoh, kesempurnaan sekunder adalah ilmu, iman & amal yang diraih oleh manusia setelah ia menggunakan akalnya. Jadi, akal adalah kesempurnaan primer manusia, sedang ilmu, iman & amal adalah kesempurnaan sekunder baginya. Kesempurnaan primer mesti digunakan tuk meraih kesempurnaan sekunder.

Dari sisi kesempurnaan primer, semua manusia sama dan setara. Yakni, Tuhan menganugerahi wujud dan akal pada setiap manusia secara setara, sebagai potensi tuk menuju kesempurnaan sekunder.

Tentu, nilai manusia tidak ditentukan oleh kesempurnaan primernya, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan sekundernya. Tahu mengapa? Sebab kesempurnaan primer manusia adalah hasil pemberian Tuhan secara determinis. Prinsipnya, sesuatu dikatakan memiliki nilai kesempurnaan manakala sesuatu tersebut diperoleh secara ikhtiari, bukan secara determinis.

Sebagai contoh, jika anda mendapat warisan uang dari ortu anda, uang tersebut tidak memiliki nilai kesempurnaan bagi anda. Kesempurnaan anda adalah ketika anda menghasilkan sesuatu dari uang warisan tersebut. Pun juga dengan kesempurnaan primer manusia berupa wujud dan akalnya, semua itu bukan neraca kesempurnaan manusia. Kesempurnaan primer manusia adalah 'nilai' Dia yang memberikan wujud dan akal (kesempurnaan primer) pada manusia, sebagai bekal menuju kesempurnaan sekunder.

Dalam Filsafat harmonisasi, kita sering katakan;
Jangan kau puji manusia karena akalnya,
Pujilah Dia yang meletakkan akal pada manusia.
Jangan kau puji indah semesta,
Pujilah Dia Sang Pelukis Semesta,
Dia yang melukis tanpa kanvas dan tinta.
Dia yang melukis dengan satu kata, "kun fayakun", terbentanglah indah semesta.

Nilai kesempurnaan manusia ditentukan oleh kesempurnaan sekundernya. Sebab, kesempurnaan sekunder, berupa ilmu, iman dan amal adalah hasil perolehan manusia secara mandiri, usai memanfaatkan kesempurnaan primer yang dimilikinya.

Dikarenakan tidak semua manusia memanfaatkan kesempurnaan primernya, maka berbedalah derajat manusia dari sisi kesempurnaan sekunder.

Ada banyak manusia yang menyia-nyiakan kesempurnaan primernya dengan cara meliburkan akalnya, akhirnya mereka tidak beroleh kesempurnaan sekunder. Semisal Abu lahab dll.

Ada banyak pula manusia yang menggunakan kesempurnaan primernya, mengaktifkan akalnya, namun tidak maksimal, akhirnya kesempurnaan sekunder yang diraihnya berada pada level rendah. Semisal kita² ini.

Ada juga sedikit manusia yang menggunakan kesempurnaan primernya secara maksimal, akhirnya ia beroleh kesempurnaan sekunder yang juga maksimal. Dia adalah manusia sempurna, semisal Rasul Saw.
Wassalam

Sumber

Senin, 30 April 2018

Review Film



SENYAP (THE LOOK OF SILENCE)



Sebuah film Karya Joshua Oppenheimer  yang membahas tentang tragedi pembunuhan massal tahun 1965 di Indonesia. Karya kedua setelah “Jagal” yang mengambil sudut pandang dari pelaku pembunuhan massal 1965, sebaliknya “Senyap” mengambil sudut pandang dari keluarga korban yang dituduh sebagai anggota PKI.

Saat mendengar kata PKI, pasti yang ada dibenak kita adalah PKI itu kejam, PKI itu berbahaya, dan stigma negatif lainnya. Tetapi, apakah kita pernah berfikir kembali saat mendengar berbagai tuduhan seperti itu? Apakah kita pernah mencari tahu kenapa PKI dituduh seperti itu, padahal dalam sejarahnya PKI berhasil menduduki tiga partai terbesar yang memenangkan pemilu pada tahun 1955? Apakah kita tidak memiliki keingintahuan bagaimana salah satu partai yang mendapatkan suara terbanyak menjadi dibenci bahkan dikecam berbahaya, kejam dan yang lainnya? Sedikit lebihnya hal ini telah dibahas dalam diskusi setelah nobar film “Senyap” bersama kawan-kawan UKMF Prima.

Dalam sejarahnya, faham komunis memang berasal dari luar negeri. Namun faham komunis yang dibawa oleh PKI berbea dengan faham komunis yang dipakai di luar negeri, karena PKI juga memiliki rasa Nasionalis terhadap tanah air mereka yaitu Indonesia. Di Indonesia PKI merupakan organisasi yang cukup besar dengan keanggotaannya yang sangat banyak, karena berasal dari buruh tani, pekerja sosial, dan lain sebagainya yang merupakan kalangan masyarakat bawah. Itulah mengapa dalam pemilu tahun 1955 PKI dapat mendapatkan suara yang sangat banyak.

Namun hal tersebut tidak bertahan lama seperti yang terjadi dalam tragedi G 30 S atau Gestapu, meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan. Dalam buku “Siapa Sebenarnya Soeharto” dijelaskan bahwa anggota PkI yaitu Latief, Untung, dan Soepardjo yang menjadi penggerak dalam G 30 S memang dimanfaatkan oleh Soeharto dan CIA untuk menggulingkan Soekarno dan menghancurkan PKI. Ya, karena Amerika sendiri tidak ingin Indonesia memiliki faham komunis yang bertolak belakang dengan faham liberal, dan ingin menjadikan Indonesia sebagai negara anti-komunis. Dengan dalih adanya isu tentang Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta. Akhirnya pada 30 Oktober atau 01 September 1965 dini hari, pasukan Tjakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Untung bergerak menculik dan membunuh enam Jenderal TNI AD.

Setelah tragedi tersebut, image PKI dikalangan masyarakat berubah drastis karena diduga akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan Republik Indonesia, sehingga rakyat menuntut agar PKI segera dibubarkan. Keadaan saat itu sangat kacau balau, hingga Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) kepada Soeharto, yang masih menjadi misteri tentang kebenaran isinya, namun dikatakan bahwa isi dari Supersemar tersebut adalah pemberian wewenang kepada Soeharto untuk melakukan tindakan pengamanan negara. Sehingga Soeharto langsung bergerak menangkap dan menjatuhi hukuman mati terhadap anggota PKI yang diduga terlibat tragedi G 30 S. Namun tak berhenti disitu, Soeharto malah memburu dan membunuh, menangkap, dan mengasingkan semua anggota PKI, para simpatisan PKI dan organisasi-organisasi yang diduga termasuk dalam PKI, sehingga dapat dikatakan bahwa hal tersebut merupakan pembunuhan massal terhadap para anggota PKI. Hal tersebut berlanjut dengan turunnya Soekarno dan digantikan ole Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

Saat pemerintahan Soeharto, seakan-akan digencarkan propaganda=propaganda negatif tentang PKI. Sehingga masyarakat menjadi takut bahkan sangat membenci PKI, pembuatan film G 30 S/PKI, pembelokan sejarah tentang PKI, dan lain sebagainya. Di dalam film Senyap, dihadirkan keluarga korban pembunuhan massal terhadap PKI dan kesaksian para pembunuh yang menjadi pelaku pembunuhan massal tersebut.

Dan akhir-akhir ini pertanyaan tentang kebenaran tragedi tersebut muncul kembali, ya mungkin karena saat ini kebebasan pers, kebebasan berpendapat telah diakui. Berbeda dengan masa pemerintahan Soeharto yang membungkam pers, dan menyembunyikan sejarah. Pernahkah kita berfikir, “Mengapa sebuah persoalan yang berlangsung hampir setengah abad lalu belum tuntas?” Saat pertanyaan di atas diajukan, kita pun mungkin bingung untuk menjawabnya. Jawaban sederhananya, mungkin lantaran sejarah adalah milik para pemenang. Dalam huru-hara 1965 yang keluar sebagai pemenang adalah pelaku. Korban berada di pihak yang kalah.



Hanif Hidayattulloh(Ilmu Administrasi Negara/170910201036)

Minggu, 29 April 2018

Mini Paper

Garuda Pancasila merupakan Lambang Negara Republik Indonesia



PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Ideologi berasal dari kata Idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Ristekdikti, 2016). Pengertian Ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan, yang mnyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara mempunyai arti yaitu, bahwa Pancasila berperan sebagai pedoman sekaligus sebagai landasan warga negara Indonesia dalam berperilaku untuk mencapai tujuan arah dan cita-cita bangsa Indonesia. Sehingga jika setiap warga negara Indonesia telah dapat mengamalkan setiap nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila telah sukses menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia.

“Manusia Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologi karena ideologi ini diterima bukan saja di dalam individu dan krluarga, tetapi masyarakat secara luas.”

Dengan membaca kalimat di atas, saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut, karena menurut saya Pancasila belum benar-benar menjadi ideologi bangsa para warga negara Indonesia, atau bahkan warga negara Indonesia belum memahami makna Pancasila sebagai ideologi bangsa itu bagaimana.
Selain itu, jika memang masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa maka seharusnya setiap warga negara Indonesia mampu dan dapat mengamalkan setiap sila-sila yang terdapat dalam Pancasila sekaligus nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini justru bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Seperti sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” sudah jelas bahwa Indonesia dengan ideologi Pancasila nya mengakui adanya berbagai macam agama yang ada di Indonesia. Namun masih ada organisasi masyarakat tertentu yang menginginkan bahwa Indonesia harus mempunyai ideologi berdasarkan agama tertentu. Seperti organisasi HTI yang berkehendak untuk mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari sistem demokrasi menjadi sistem Khilafah sesuai dengan syari’at islam. Padahal tidak bisa jika hanya mengatasnamankan satu agama, Indonnesia itu plural, tidak hanya islam yang ada di Indonesia, tettapi ada Kristen, Hindu, Budha dan yang lainnya. Sangat jelas jika keinginan organisasi HTI yang hendak mendirikan negara islam, bertentangan dengan Pancasila.
Kemudian sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, namun apa yang terjadi saat ini, saudara kita yang berada di wilayah Indonesia Timur mengalami busung lapar khususnya yang ada di Papua (Tirto.Id, 2018). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam urusan kemanusiaan pun warga negara Indonesia khususnya pemerintah belum dapat menjalankannya dengan penuh, tidak usah jauh-jauh di Jawa sendiri saja masih banyak sudara-saudara kita yang kelaparan dan tidak mendapat penghidupan yang layak.
Selanjutnya sila ketiga “Persatuan Indonesia”, banyaknya pemberitaan mengenai organisasi, kelompok, maupun golongan tertentu yang menginginkan untuk memisahkan diri, ataupun mendirikan negara berdasarkan agama atau golongan tertentu menandakan bahwa Persatuan Indonesia yang diimpikan oleh Pancasila belum dapat terealisasikan dengan penuh. Kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesua seperti GAM di Aceh, Gerakan Papua Barat yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia, dan akhir-akhir ini HTI yang ingin merubah Indonesia menjadi negara Khilafah berdasarkan agama islam.
Sila keempat, “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Jika sila keempat dijadikan sebuah landasan dalam menentukan suatu perkara, dan Undang-Undang yang telah disepakati bersama dijalankan dengan penuh, maka keadilan bukanlah sebuah mimpi. Namun yang terjadi saat ini keadilan dapat dibeli dengan uang, rakyat kecil yang hanya melakukan kesalahan kecil diadili dan dijatuhi hukuman penjara bertahun-tahun, tetapi pejabat negara yang dengan rakusnya melahap kekayaan negara, membeli keadilan sehingga hukumannya sangat ringan, yaa mungkin hanya beberapa tahun saja.
Terakhir sila kelima, “Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, lagi-lagi warga Negara Indonesia belum dapat mengamalkan sila kelima ini secara penuh. Karena apa, jika kita membicarakan keadilan seakan-akan hal tersebut hanyalah sebuah mimpi di Indonesia. Bagaimana tidak, pendidikan pun belum dapat dirasakan oleh setiap orang, padahal pendidikan merupakan Hak setiap warga. Selain itu banyaknya pengangguran di Indonesia juga merupakan bentuk ketidak adilan, karena pekerjaan juga merupakan hak setiap warga. Dan juga anehnya saat ini pemerintah malah mempermudah izin tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia (Tirto.Id, 2018), tentu saja hal ini merupakan sebuah ketidakadilan bagi warga Indonesia.
Hal-hal di atas merupakan segelintir contoh peristiwa dan fakta yang terjadi di Indonesia yang mencerminkan bahwa Warga Negara Indonesia masih belum memahami dan mengamalkan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara. Hal ini tentu saja harus segera dirubah. Namun tidak semerta-merta dapat dirubah, perlu adanya kesadaran dan kerjasama antar berbagai pihak, baik setiap Warga Negara biasa maupun yang sedang menduduki kursi pemerintahan. Dengan begitu, Pancasila yang diharapkan dapat menjadi pedoman dan cita-cita luhur Bangsa Indonesia

PMII



PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA


Assalamu’alaikum Wr.Wb
SALAM PERGERAKAN!!!

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau yang biasa disingkat PMII, merupakan organisasi kemahasiswaan yang telah berdiri sejak 17 April 1960. PMII lahir dari keinginan kuat para Mahasiswa Nahdliyin untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berlabdaskan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Selain itu, PMII yang lair pada tahun 1960-an dilator belakangi oleh situasi politik yang tidak menentu sehingga mengharuskan Mahasiswa turut andil dalam mewarnai situasi politik kala itu. 
PMII tidak hanya sekedar organisasi yang menampung minat bakat dari mahasiswa dan belajar hal-hal akademik saja namun di PMII Mahasiswa dituntut agar bisa berfikir luas bagi kepentingan masyarakat dan memberikan kebermanfaatan terhadap kepentingan masyarakat luas. Hal ini sebagai perwujudan ideologi PMII yaitu ahlus sunnah wal jamaah, yang kemudian ditranformasikan menjadi nilai-nilai dasar pergerakan, yaitu Tauhid, Hablum Minallah, Hablum Minannas, dan Hablum Minal ‘alam. Sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai kader PMII, mahasiswa harus memperhatikan empat aspek nilai dasar pergerakan tersebut, agar setiap geraknya mampu mewujudkan tujuan PMII yang telah dirumuskan yaitu “Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.”
PMII dalam menyalurkan nilai-nilainya melalui prosesyang bertahap tidak secara praktis, proses-proses yang bertahap  tersebut dinamakan proses kaderisasi. Dengan melalui sebuah proses maka nilai-nilai dan ilmu yang ada dalam PMII akan dapat tersalurkan dengan baik dan penuh kepada mahasiswa, sehingga mahasiaswa dapat menjadi pribadi yang ulul albab dan memberikan pencerahan kepada masyarakat tentunya sesuai dengan tujuan PMII yang telah ditetapkan.
Wallahul Muwwafiw Illa Aqwamiththoriq

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
SALAM PERGERAKAN!!!

Syair



Sajak Kematian
Oleh: Alfit Sair (Ap lyceum)

Disadari atau tidak,
Diinginkan atau tidak,
Semua kita sama;
Sama-sama menanti kematian.
Yang berbeda hanya model penantian.

Ada yang menanti aktif menjemput kematian,
Ada yang menanti pasif dijemput kematian.

Ada yang berlari mencari kematian,
Ada yang berlari menghindari kematian.

Ada yang menanti mati sembari menggenggam dunia,
Ada yang menanti mati sembari digenggam dunia.

Ada yang memuliakan diri dengan pengetahuan ruhani,
Ada yang menghinakan diri dengan perhiasan duniawi.

Ada yang terbang melayang, jauh ke atas Tuhan,
Ada yang merangkak terhempas, jauh di bawah hewan.

Ada yang hidup dengan kesadaran dan terjaga
Ada yang hidup dengan kelalaian dan tertidur.

Ada yang berkhidmat pada kemanusiaan,
Ada yang berkhianat pada kemanusiaan.

Pada akhirnya,
Ada yang meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia,
Ada yang meninggal dunia sebelum meninggalkan dunia.

Ada yang mati tersenyum, orang lain menangis,
Ada yang mati menangis, orang lain tersenyum.

Ada yang mati ikhtiyari, mati sebelum mati,
Ada yang mati alami, mati setelah hidup.

Sumber: Lyceum Philosophia Institute

Filsafat



Logika vs Etika
Oleh: Alfit Sair (Ap Lyceum)

Logika itu seni berfikir
Etika itu seni bertindak

Logika itu undang² pikiran
Etika itu undang² tindakan

Logika itu berfikir sebagaimana adanya
Etika itu bertindak sebagaimana mestinya

Logika itu tentang benar-salah
Etika itu tentang maslahat-mudhorat

Logika itu tidak mengenal toleransi
Etika itu mengenal toleransi

Logika itu memaksakan kebenaran
Etika itu mengorbankan kebenaran

Logika itu menolak yang salah
Etika itu merangkul yang salah

Logika itu dalam akal
Etika itu dalam hati

Logika itu keindahan personal
Etika itu keindahan sosial

Logika itu....
Etika itu...

Sebagaimana kita butuh pada logika dalam tataran teoritis
Kita juga butuh pada etika dalam tataran praktis.

Sumber: Lyceum Philosophia Institute

Sabtu, 24 Maret 2018

Mini Paper



Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

Ideologi berasal dari kata Idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Ristekdikti, 2016). Pengertian Ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan, yang mnyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara mempunyai arti yaitu, bahwa Pancasila berperan sebagai pedoman sekaligus sebagai landasan warga negara Indonesia dalam berperilaku untuk mencapai tujuan arah dan cita-cita bangsa Indonesia. Sehingga jika setiap warga negara Indonesia telah dapat mengamalkan setiap nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila telah sukses menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia.

“Manusia Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologi karena ideologi ini diterima bukan saja di dalam individu dan krluarga, tetapi masyarakat secara luas.”

Dengan membaca kalimat di atas, saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut, karena menurut saya Pancasila belum benar-benar menjadi ideologi bangsa para warga negara Indonesia, atau bahkan warga negara Indonesia belum memahami makna Pancasila sebagai ideologi bangsa itu bagaimana.
Selain itu, jika memang masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa maka seharusnya setiap warga negara Indonesia mampu dan dapat mengamalkan setiap sila-sila yang terdapat dalam Pancasila sekaligus nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini justru bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Seperti sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” sudah jelas bahwa Indonesia dengan ideologi Pancasila nya mengakui adanya berbagai macam agama yang ada di Indonesia. Namun masih ada organisasi masyarakat tertentu yang menginginkan bahwa Indonesia harus mempunyai ideologi berdasarkan agama tertentu. Seperti organisasi HTI yang berkehendak untuk mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari sistem demokrasi menjadi sistem Khilafah sesuai dengan syari’at islam. Padahal tidak bisa jika hanya mengatasnamankan satu agama, Indonnesia itu plural, tidak hanya islam yang ada di Indonesia, tettapi ada Kristen, Hindu, Budha dan yang lainnya. Sangat jelas jika keinginan organisasi HTI yang hendak mendirikan negara islam, bertentangan dengan Pancasila.
Kemudian sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, namun apa yang terjadi saat ini, saudara kita yang berada di wilayah Indonesia Timur mengalami busung lapar khususnya yang ada di Papua (Tirto.Id, 2018). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam urusan kemanusiaan pun warga negara Indonesia khususnya pemerintah belum dapat menjalankannya dengan penuh, tidak usah jauh-jauh di Jawa sendiri saja masih banyak sudara-saudara kita yang kelaparan dan tidak mendapat penghidupan yang layak.
Selanjutnya sila ketiga “Persatuan Indonesia”, banyaknya pemberitaan mengenai organisasi, kelompok, maupun golongan tertentu yang menginginkan untuk memisahkan diri, ataupun mendirikan negara berdasarkan agama atau golongan tertentu menandakan bahwa Persatuan Indonesia yang diimpikan oleh Pancasila belum dapat terealisasikan dengan penuh. Kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesua seperti GAM di Aceh, Gerakan Papua Barat yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia, dan akhir-akhir ini HTI yang ingin merubah Indonesia menjadi negara Khilafah berdasarkan agama islam.
Sila keempat, “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Jika sila keempat dijadikan sebuah landasan dalam menentukan suatu perkara, dan Undang-Undang yang telah disepakati bersama dijalankan dengan penuh, maka keadilan bukanlah sebuah mimpi. Namun yang terjadi saat ini keadilan dapat dibeli dengan uang, rakyat kecil yang hanya melakukan kesalahan kecil diadili dan dijatuhi hukuman penjara bertahun-tahun, tetapi pejabat negara yang dengan rakusnya melahap kekayaan negara, membeli keadilan sehingga hukumannya sangat ringan, yaa mungkin hanya beberapa tahun saja.
Terakhir sila kelima, “Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, lagi-lagi warga Negara Indonesia belum dapat mengamalkan sila kelima ini secara penuh. Karena apa, jika kita membicarakan keadilan seakan-akan hal tersebut hanyalah sebuah mimpi di Indonesia. Bagaimana tidak, pendidikan pun belum dapat dirasakan oleh setiap orang, padahal pendidikan merupakan Hak setiap warga. Selain itu banyaknya pengangguran di Indonesia juga merupakan bentuk ketidak adilan, karena pekerjaan juga merupakan hak setiap warga. Dan juga anehnya saat ini pemerintah malah mempermudah izin tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia (Tirto.Id, 2018), tentu saja hal ini merupakan sebuah ketidakadilan bagi warga Indonesia.
Hal-hal di atas merupakan segelintir contoh peristiwa dan fakta yang terjadi di Indonesia yang mencerminkan bahwa Warga Negara Indonesia masih belum memahami dan mengamalkan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara. Hal ini tentu saja harus segera dirubah. Namun tidak semerta-merta dapat dirubah, perlu adanya kesadaran dan kerjasama antar berbagai pihak, baik setiap Warga Negara biasa maupun yang sedang menduduki kursi pemerintahan. Dengan begitu, Pancasila yang diharapkan dapat menjadi pedoman dan cita-cita luhur Bangsa Indonesia

Dampak adanya Virus Corona Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat

Dampak adanya Virus Corona Terhadap Kehidupan Sosial Masyaraka t Nama : Nita Purnamasari NIM : 180910302003          Duni...